KOMINPRO-Sungai Citarum yang terkenal di dunia karena disebut sebagai sungai terkotor ini menjadi isu nasional dan kini menjadi perhatian kalangan akademisi. Kepedulian pemerintah ditunjukkan Kemenristek Dikti melalui LLDIKTI Wilayah IV Jawa Barat dan Banten dengan menggelontorkan dana hibah milyaran rupiah bagi perguruan tinggi untuk melaksanakan KKN mewujudkan Citarum Harum. Unisba, salah satu PTS pemenang hibah tersebut pun turut melakukan kegiatan yang disebut, “KKN Tematik Citarum Harum Pentahelix” selama satu bulan lamanya. Unisba mengusung program “BeCA” yakni Behaviour (perilaku), Culture (budaya) & Attitude (sikap) yang diharapkan mampu mewujudkan Citarum Harum.
“Kata BeCA ini dipilih karena lebih populer dan menarik. Fokus programnya mengambil tema BeCA yang menggambarkan ketiga rodanya harus berjalan beriringan. Ini yang harus ditransfer dan di-delivery kepada masyarakat yang ada di Sektor 1 Cisanti Kec. Kertasari Kab. Bandung. Yang akan kami sentuh dari sektor kemanusiannya,” terang Wakil Rektor I Unisba, Ir. A. Harits Nu’man, M.T., Ph.D., IPM. saat mempresentasikan hasil KKN Tematik Citarum Harum di Hotel Harris Bandung, Selasa (18/12).
Dalam Seminar Hasil Pembelajaran Inovatif Wilayah Tengah Citarum yang digagas LLDIKTI Wil. IV Jabar & Banten ini, Warek I Unisba memaparkan, program KKN ini lebih mengutamakan kepada mahasiswa sesuai dengan program yang dicanangkan oleh Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti, dan harus menyentuh bagaimana elaborasi kompetensi mahasiswa dan bisa menjadi problem solver di masyarakat.
Di era revolusi industri 4.0, menurutnya, ada tiga tuntutan yaitu teknologi, big data & humanity. Temuan di Bank dunia pun, Indonesia diprediksi memiliki enam problem, yaitu English Proficiency, Leadership, Organization, Communication, Higher Order Thinking & IT Skill.
Keenam problem tersebut dijadikan acuan oleh mahasiswa dalam melaksanakan KKN ini. Terkait English Proficiency, kemampuan berbahasa warganya terbatas hanya bahasa Sunda sehingga terkait kecakapan dalam berbahasa nyaris tidak tersentuh. Kemudian untuk Leadership, Organization & Communication menjadi penting dalam pelaksanaan KKN ini karena menjadikan tantangan kepada mahasiswa yang diberikan permasalahan langsung.
“Di masyarakat dia harus menjadi seorang leader dan harus mengorganisir kegiatan, teman, dan bagaimana berkomuniaksi di masyarakat dengan pemerintahannya, juga dengan aparatnya dan dengan peserta KKN, ini menjadi penting,” terangnya.
Dosen Teknik Industri ini melanjutkan, sebagai higher order thinking, bagaimana mahasiswa berpikir keras untuk menyampaikan idenya kedalam kelompok itu kepada masyarakat. Terkait IT Skill, dalam kegiatan KKN ini mahasiswa didorong dan di-support untuk memunculkan kompetensi sesuai dengan tantangan yang harus dihadapinya selain permasalahan lingkungan karena lingkungan bukan masalah mahasiswa.
Dikatakannya, pelaksanaan KKN ini merupakan pengkolaborasian apa yang dimiliki oleh dosen dan mahasiswa yang didorong untuk berkolaborasi dengan masyarakat, aparat dan lainnya. KKN ini juga melibatkan Ibu-Ibu PKK dan Majlis Ta’lim.
Program KKN ini dilaksanakan dengan sangat cepat dan dilakukan secara bertahap juga cermat agar terlaksana dengan baik karena mengingat program ini merupakan amanah dengan dana yang besar dan dikerjakan selama satu bulan sehingga harus dipertanggungjawabkan. “Bayangkan mahasiswa semester lima dan tujuh diterjunkan ke masyarakat untuk menyelesaikan masalah itu, tidak mungkin bisa dengan cepat selesai,” jelasnya.
Agar KKN ini berjalan secara efektif, tambahnya, dibuat beberapa langkah pelaksanaan, mulai dari pengadministrasian, koordinasi dengan pihak terkait bersama Komandan Sektor (Dansektor) 1 dan Dansektor 1 Pembibitan dan survey lapangan untuk mencari permasalahan lingkungan yang telah terjadi. “Kita melakukan pembekalan dengan mengundang para pakar dan mengundang beberapa pimpinan disana untuk melakukan pembekalan,” katanya.
Mahasiswa yang mengikuti KKN ini sebanyak 47 orang yang terdiri dari Fakultas Syariah, MIPA, Tarbiyah & Keguruan, Kedokteran, Ekonomi & Bisnis, Psikologi dan Teknik. Selama program ini berlangsung, mahasiswa membuat yel dan diterjunkan ke permasalahan real yang terjadi di Sektor 1 Cisanti. “Di sampah permasalahannya. Pembuangan sampah liar sudah belasan tahun kalau dihitung luasnya 6000m2 dengan tinggi sekitar 5 meter, posisinya ada di lahan perkebunan. Dan ini menjadi titik awal Unisba untuk menerapkan BeCA ini,” ungkapnya.
Untuk menanggulangi masalah sampah tersebut, lebih jauh diungkapkannya, mencoba untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat. Pendekatan pertama melakukan Gerakan Pungut Sampah (GPS) dan sangat menarik bagi masyarakat karena pada saat itu masyarakat banyak yang tidak peduli terhadap apa yang dilakukan karena tidak adanya solusi dari mahasiswa terdahulu yang sebelumnya juga telah melakukan KKN, mereka hanya memberikan teori saja.
Kemudian dilakukan juga pendekatan kepada anak-anak dengan melakukan beberapa kegiatan pemberdayaan melalui sosialisasi kesehatan mulut dan gigi, lomba bagaimana perspektif anak-anak terhadap lingkungannya, story telling dan kegiatan lainnya.
Salah satu kerja nyata yang dihasilkan dari KKN ini yaitu gundukan sampah yang ada di dua RW bisa teratasi dan terkelola dengan baik. Tumpukan sampah tersebut sudah ada sejak puluhan tahun. Selama dua hari, tim dan masyarakat sekitar mengerjakan dan membersihkan gundukan sampah tersebut. Saat ini, tumpukan sampah sudah tidak tampak lagi.
Selain itu, menurutnya, k
erja nyata lainnya yaitu pembangunan bata terawang untuk antisipasi proses pengolahan sampah secara 3R (Reuse, Reduce and Recycle). Reuse artinya, menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya. Reduce, mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah. dan Recycle berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat. Tim KKN Unisba juga melakukan simulasi kepada masyarakat bagaimana mengelola limbah bagaimana menjadi barang yang bernilai, sosialisasi proses biopori, memberikan sosialisasi juga ikut terlibat melalui kegiatan olahraga, majlis ta’lim dan lainnya.
Dikatakan Warek I, semakin hari semakin bertambah masyarakat yang ikut terlibat dalam KKN ini. Respon dan animo dari masyarakat setelah dieksekusi terkait menguras dan mengupas tumpukan sampah. Kedekatan dengan masyarakat dan pembimbing lapangan sangat bermakna bagi mahasiswa.
“Walaupun, pada awalnya terjadi beberapa kendala yang dihadapi seperti tidak mudahnya mendatangkan alat berat untuk mengangkut tumpukan sampah dan juga terjadinya penolakan dari warga karena merasa terancam pekerjaannya dari memungut sampah karena dianggap sebagai nilai jualnya dan hal tersebut dapat teratasi,” terangnya.
Banyaknya sampah menimbulkan kerumunan lalat di berbagai sudut baik di luar maupun rumah penduduk. Dalam kondisi seperti ini, mahasiswa Unisba melakukan inovasi dengan menggunakan kopi untuk menjaring lalat, dan inovasi tersebut berhasil.
Sementara itu, Kepala LLDIKTI Wil. IV, Prof. Dr. Uman Suherman AS, M.Pd., dalam sambutannya mengatakan, seminar ini merupakan seminar kedua setelah sebelumnya dilaksanakan seminar khusus perguruan tinggi yang sudah melakukan tematik dan inovatif di wilayah tengah Citarum beberapa waktu lalu. Melalui seminar ini, lanjutnya, LLDIKTI Wil. IV ingin melakukan sharing pemahaman yang mendalam mengenai kajian terhadap analisis, kajian terhadap permasalahan maupun faktor pendukung yang ditemukan pada saat perguruan tinggi melakukan pembelajaran inovatif di Citarum.
Menurutnya, program Citarum Harum yang dipelopori oleh Pangdam III Siliwangi sudah pernah dilakukan pada tahun 1975 yang menjadikan motivator dan inspirasi bagi perguruan tinggi sehingga memiliki pandangan bahwa Pangdam tidak hanya menjaga daerah teritorial saja tapi juga memberikan kontribusi yang terdepan dan terbesar dalam upaya pemecahan masalah terutama di Jawa Barat berkaitan dengan ketertataan sungai Citarum.
“Citarum bukan harus menjadi sungai terkotor di dunia tapi dunia akan melihat bagaimana daya juang kita yang dipelopori oleh Pangdam III Siliwangi mampu membalikan sebuah keadaan sebagaimana kita berjuang untuk memerdekakan negara ini,” ungkapnya.
Guru Besar Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan UPI ini menambahkan, sebelumnya LLDIKTI mengundang 120 perguruan tinggi di Jawa Barat dan Banten yang salah satunya Unisba untuk bersama-sama membicarakan dan memikirkan solusi terhadap Citarum yang konon mendapat predikat sebagai sungai terkotor di dunia sehingga munculah inpres untuk menyatukan visi dan misi selama tiga bulan untuk memberikan perubahan yang signifikan kepada sungai Citarum.
Harapannya, semoga dengan kajian seminar ini memberikan pemikiran yang mendalam bagaimana perguruan tinggi beraktifitas untuk menyelamatkan sungai Citarum yang lebih efisiensi dan efektivitas yang telah selama tiga bulan sudah dilaksanakan dan peguruan tinggi yang terdiri dari berbagai bidang keilmuan bisa memberikan kontribusi atas dasar kajian yang ternyata sungai Citarum bukan hanya menyangkut kebersihannya saja tapi juga dari mindset masyarakatnya mulai dari hulu hingga hilir.
“Sehingga perpaduan antar perguruan tinggi baik menyangkut universitas, sekolah tinggi dan akademik sebagaimana keilmuan yang kita dapatkan maka akan bersatu padu sebagaimana prinsip kehidupan urang Sunda “silih asah, silih asih dan silih asuh” demi mencapai keinginan kita,” paparnya.
Lebih jauh, melalui seminar ini tidak hanya bicara sungai Citarum saja tapi bicara dari hati ke hati walaupun dari berbagai perguruan tinggi yang berbeda dalam bentuk penyelenggaraannya tapi memiliki keinginan dan kontribusi yang sama sehingga menjadikan perguruan tinggi yang bermasalahat bagi umat.
“Nanti, sungai Citarum bukan suatu masalah yang diambil sebuah solusi tapi akan menjadi pusat kajian dan studi di Indonesia dan itu akan menjadi komunitas yang ada di Indonesia,”jelasnya.(Eki/Sari)