



KOMHUMAS – Universitas Islam Bandung (Unisba) menyelenggarakan International Discussion bertajuk Opportunity of Developing Carbon Credits Project in Indonesia pada Sabtu, 28 Juni 2025. Kegiatan ini dilaksanakan secara daring melalui Zoom Meeting, dan menjadi salah satu rangkaian peringatan Milad ke-67 Unisba.
Diskusi internasional ini menghadirkan enam narasumber terkemuka dari berbagai negara dan bidang keahlian. Dr. Renuka Thakore dari Inggris, yang merupakan Founder & CEO Global Sustainable Futures Network CIC, membuka sesi materi dengan membahas visi dan misi US-ASEAN 100. Selanjutnya, Nissa Laudza Nurfauziyyah dari Pertamina New & Renewable Energy Indonesia menyampaikan pengalaman dalam pengembangan kredit karbon berbasis kehutanan.
Dilanjutkan dengan paparan Mr. Tim Byrne dari Kanada, Founder Bynamic Group, yang membagikan pengalamannya dalam pengembangan carbon capture dan kredit karbon di Kanada. Sementara itu, Bao Hoang, Ph.D., selaku Executive Director SPACE ASEAN dari Amerika Serikat, menjelaskan model bisnis rendah karbon untuk petani dan pelaku UMKM. Dr. Toto Iswanto dari PT Sucofindo Indonesia memaparkan inovasi dalam pemantauan karbon, sedangkan Dr. M. Dzikron AM, S.T., M.T., IPM, Dekan Fakultas Teknik Unisba, menutup sesi dengan membahas peran universitas sebagai katalis yang menjembatani akademisi dan praktik di pasar karbon Indonesia.
Acara ini dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor IV Unisba, Prof. Dr. Ratna Januarita, S.H., LL.M., M.H., yang dalam sambutannya menyampaikan penghargaan kepada para narasumber internasional dan peserta yang telah berpartisipasi dalam diskusi penting ini. Ia menyatakan keyakinannya bahwa forum ini bukan hanya tepat waktu untuk berdiskusi, tetapi juga mencerminkan perhatian, komitmen, dan harapan Unisba untuk berkontribusi nyata menuju masa depan yang berkelanjutan bagi Unisba, Indonesia, Asia, dan dunia.
Dalam sambutannya, Prof. Ratna menekankan bahwa perubahan iklim bukan lagi isu yang jauh, melainkan realitas global yang semakin nyata. Salah satu solusi yang dinilai potensial adalah pengembangan mekanisme kredit karbon yang tidak hanya menjadi alat tanggung jawab lingkungan, tetapi juga membuka peluang investasi hijau dan pembangunan berkelanjutan. Indonesia, dengan kekayaan hutan, keanekaragaman hayati, dan potensi energi terbarukannya, memiliki posisi strategis di pasar karbon global. Namun, menurutnya, di balik peluang besar tersebut terdapat tanggung jawab besar pula untuk memastikan pengembangan kredit karbon di Indonesia berjalan dengan integritas, tidak bersifat ekstraktif atau spekulatif, dan benar-benar memberikan manfaat bagi lingkungan serta masyarakat.
“Oleh karena itu, forum hari ini bukan hanya platform untuk diskusi, tetapi juga undangan untuk bertindak. Kami berharap ide-ide yang dibagikan di sini dapat diterjemahkan menjadi rekomendasi kebijakan, kerja sama lintas negara, dan proyek-proyek berbasis lokal yang berkontribusi pada keberlanjutan,” ungkap Prof. Ratna.
Ia juga menegaskan bahwa sebagai universitas yang berakar pada nilai-nilai Islam dan keunggulan ilmiah, Unisba percaya bahwa keadilan iklim bukan hanya agenda lingkungan, tetapi juga keharusan moral. Dalam semangat itu, ia berharap dialog internasional ini menjadi momentum refleksi atas perjalanan Unisba menuju tahun ke-67, sekaligus panggilan untuk berkontribusi secara nyata bagi masa depan Indonesia dan dunia. Prof. Ratna berharap diskusi ini memicu pemahaman baru, memperkuat kemitraan, dan menyalakan semangat kolektif dalam mengejar keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan spiritual.***