Iwan Permana (Kepala Bagian Peningkatan Ruhul Islam dan Pengelolaan Masjid Universitas Islam Bandung)
Setelah dicetuskan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan di terapkan oleh UNESCO yakni badan PBB untuk urusan pendidikan, kebudayaan, dan warisan dunia pada tahun 1949, setiap tanggal 2 Desember warga dunia memperingati Hari Penghapusan Perbudakan Internasional atau International Day for the Abolition of Slavery.
Peringatan hari penghapusan perbudakan ini tiada lain untuk memberantas bentuk perbudakan kontemporer seperti perdagangan manusia, eksploitasi seksual, pekerja anak, kawin paksa, perekrutan paksa terhadap anak-anak untuk digunakan dalam konflik bersenjata, dan lain-lain.
Islam, sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, sangat mengangkat derajat budak, bahkan dianjurkan agar diperlakukan selayaknya saudara. Rasulullah Saw bersabda, “Mereka (para budak) adalah saudara dan pembantu kalian yang Allah jadikan di bawah kekuasaan kalian, maka barang siapa yang memiliki saudara yang ada dibawah kekuasaannya, hendaklah dia memberikan kepada saudaranya makanan seperti yang ia makan, pakaian seperti yang ia pakai. Dan janganlah kamu membebani mereka dengan pekerjaan yang memberatkan mereka. Jika kamu membebani mereka dengan pekerjaan yang berat, hendaklah kamu membantu mereka.” (HR. Bukhari I/16, II/123-124)
Dalam riwayat lain Rasulullah Saw bersabda, “Bertaqwalah kalian kepada Allah dan perhatikanlah budak-budak yang kalian miliki.” (Shahihul Jami’ no. 106, Al-Irwa’ no. 2178). Dalam hal makanan Rasulullah memberikan hak yang sama sebagaimana sabdanya, “Budak memiliki hak makan/lauk dan makanan pokok, dan tidak boleh dibebani pekerjaan di luar kemampuannya.” (HR. Muslim, Ahmad dan Al-Baihaqi). Begitupula Rasullullah Saw melarang memanggilnya dengan sebutan budak berdasarkan sabdanya, “Janganlah salah seorang diantara kalian mengatakan: Hai hamba laki-lakiku, hai hamba perempuanku, akan tetapi katakanlah : Hai pemudaku (laki-laki), hai pemudiku (perempuan).” (HR. Bukhari No. 2552 dan Muslim No. 2449).
Bahkan, banyak kita temukan dalan ajaran Islam, sebagai kifarat/tebusan dalam suatu kesalahan/pelanggaran dengan membebaskan budak, misalnya kifarat berhubungan badan di siang hari bulan ramadhan, kifarat sumpah dan lain-lain, sehingga peluang bagi budak untuk merdeka sangat besar. Jika seorang tuan melukai tubuh budaknya, maka ia wajib membebaskan budaknya tersebut. Dalam sebuah hadits yang mengisahkan adanya seorang tuan yang memotong hidung budaknya, maka Rasulullah Saw bersabda kepada budak itu, “Pergilah engkau karena sekarang engkau orang yang merdeka, maka budak itu berkata: “Ya Rasulullah saya ini maula (budak) siapa”, Beliau menjawab : “Maula Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Ahmad II/182, Abu Daud No. 4519, Ibnu Majah No. 2680, Ahmad II/225)
Islam saat ini tidak menghendaki lagi adanya perbudakan, proses memerdekaan budak sangatlah panjang dan berat, Allah Swt berfirman “Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan.” (QS. Al-Balad: 11-13). Rasulullah Saw selalu menganjurkan untuk membebaskan budak, sebagaimana sabdanya, “Barang siapa membebaskan budak yang muslim niscaya Allah akan membebaskan setiap anggota badannya dengan sebab anggota badan budak tersebut, sehingga kemaluan dengan kemaluannya.” (HR. Bukhari, Fathul Bari V/146 dan Muslim No. 1509), dalam riwayat lain Rasulullah Saw bersabda, “Siapa saja seorang muslim yang membebaskan seorang budak yang muslim, maka perbuatannya itu akan menjadi pembebas dirinya dari api neraka.” (HR. Tirmidzi no. 1547).
Rasulullah Saw telah banyak memerdekakan budak baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan, dari kalangan perempuan Rasulullah Saw telah memerdekakan Maimunah binti Sa’ad, Khadhrah, Radhwa, Ruzainah, Ummu Dhumairah, Maimunah binti Abu Usaib, Mariyah, Salma ibunda Rafi’, dan Raihanah. Adapun budak laki-laki yang telah Rasulullah Saw merdekakan yakni Aslam, Abu Rafi’, Tsauban, Abu Kabsyah, Sulaim, Syuqran yang kemudian diberi nama Saleh, Rabah Nubi, Yasar Nubi, Mid’am, Kirkirah Nubi, dan Zaid bin Haritsah bin Syarahil, yang kemudian Zaid bin Haritsah menjadi anak angkat kesayangan Rasulullah Saw, setelah dimerdekakan Zaid dinikahkan dengan Zainab binti Jahsy hingga mereka bercerai, lantas Zaid pun dinikahkan dengan Ummu Aiman, putra mereka Usamah bin Zaid pun menjadi salah satu sahabat di barisan pejuang Islam.
Tidak dapat dipungkiri saat ini masih terjadi perbudakan dalam bentuk modern, data dari International Labour Organization (ILO) lebih dari 40 juta orang di seluruh dunia menjadi korban perbudakan modern, termasuk sekitar 25 juta dalam kerja paksa, dan 15 juta dalam pernikahan paksa. Selain itu, lebih dari 150 juta anak menjadi pekerja anak, terhitung hampir satu dari sepuluh anak di seluruh dunia adalah pekerja anak. Bahkan terjadi bentuk-bentuk kerja paksa kontemporer, seperti pekerja migran, yang telah diperdagangkan untuk eksploitasi dalam berbagai sektor ekonomi seperti bekerja sebagai budak dalam rumah tangga, industri konstruksi, industri makanan, garmen, prostitusi paksa, dan lain-lain. Pekerja anak yang terjadi saat ini adalah untuk eksploitasi ekonomi, padahal hal itu bertentangan dengan Konvensi Hak Anak, yang mengakui “hak anak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan dari melakukan pekerjaan apapun yang kemungkinan besar berbahaya atau mengganggu pendidikan anak, atau berbahaya bagi kesehatan anak atau perkembangan fisik, mental, spiritual, moral atau sosial”. Begitupula perdagangan manusia, jaringan prostitusi internasional saat ini merupakan bukti konkrit adanya eksploitasi dan penjajahan terhadap hak-hak perempuan.
Maka, pada Hari Penghapusan Perbudakan Internasional ini seyogyanya menumbuhkan I’tikad kita untuk ikut terlibat dalam perjuangan penghapusan perbudakan Internasional. (Terbit di Harian Pikiran Rakyat, Jumat (2/12/2022))