Malki Ahmad Nasin (Dosen fakultas Dakwah Unisba)
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Allahmenyuruh umat Islam untuk selalu berbuat baik. Hal itu bisa mengantarkan manusia ke jalan yang baik dan dapat menjadi insan alkamil.
Hal itu juga disebut dalam surat Al-Isra ayat 7, “Jika berbuat baik, (berarti) kamu telah berbuat baik untuk dirimu sendiri. Jika kamu berbuat jahat, (kerugian dari kejahatan) itu kembali kepada dirimu sendiri.”
Ayat ini membawa makna bahwa berbuat baik itu akan menjadi bekal dan modal dalam menempuh hidupnya di dunia untuk akhirat. Dijelaskan juga pada ayat berikutnya, ayat 15, “Siapa yang mendapat petunjuk, sesungguhnya 1a mendapat petunjuk itu hanya untuk dinnya. Siapa yang tersesat, sesungguhnya (akibat) kesesatannya itu hanya akan menimpa dirinya. Seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kami tidak akan menyiksa (seseorang) hingga Kami mengutus seorang rasul.
Ayat ini memberi penjelasan bahwa dengan mendapatkan petunjuk dari Allah swt, maka ia akan terdorong untuk selalu berbuat baik demi tujuan mendapatkan ke- selamatan dan kebahagiaan bagi dirinya sendiri.
Begitu juga sebaliknya hal yang serupa jika ia menolak jalan hidayah dan memilih kesesatan, makai akan menjadikan jalan kesesatan sebagaj jalan yang menjauhkan dari jalan kebenaran.
Mufasir Indonesia Profesor Quraish Shihab dalam tafsirnya menyebutkan, ayat tensebut memi- liki keterkaitan dengan takdir yang Allah swt yang telah ditentukan yakni ukuran segala sesuatu yang akan dimiliki oleh sctap manusta. Hal itu bermakna bahwa manu- sia harus memilih jalannya sesuai dengan kebendak dan kemampu- annya, juga mana di antara takdir dan ketentuan Allah itu yang dipilihnya.
Dalam surat Asy-Syams ayat 7 dijelaskan, dalam diri manusia 10 terdapat Jiwa yang berperan dalam menentukan jalan ke arah mana, sekalīgus jiwa tersebut menjadi sebuah kekuatan dan memiliki po- tensi yang mendorong manusia untuk berkeinginan dan berbuat.
Oleh karena itu, jiwa akan selalu bernafsu dengan keingınannya karena setiap keigman yang muncul dari seseorang disebabkan dorongan nafsunya. Maka, dalam ayat itu dapat diketahui bahwa naf- su ternyata memiliki dua potensi, yang Allah swt anugerahkan sejak manusia diciptakan dengan sem- purna di dalam rahim ibu.
Dua potensi manusia tersebut adalah potensi buruk (fujur) dan baik (takwa). Dua potensi ini akan mendorongaya untuk berbuat jahat dan berbuat baik, itulah yang selalu meliputi manusia dalam segala keadaan.
Kemudian disebutkan dalam ayat selanjutnya bahwa manusia beruntung adalah yang mampu menyucikan jiwa dirinya dengan senantiasa menjaga potensi baik sehingga ia dapat terus melakukan perbuatan baik. Manakala memilih jalan kesesatan, tidak akan dapat menghindarkan dirinya dari per- buatan jahat, ini akibat dorongan dari potensi buruknya.
Potensi ini melahirkan dua jenis perbuatan, yaitu perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Potensi baik dari jiwa yang baik melahirkan akhlak mulia (terpuji) sedangkan potensi buruk dari Jiwa melahirkan akhlak buruk.
Semua perbuatan baik itu sebagai upaya ikhtiar dalam merawat jiwa, dapat mengontrolnya serta dapat membiasakan melakukan perbuatan baik. Setelah terbiasa dengan amalan-amalan tersebut, dalam penerapannya dapat dengan mudah meraih petunjuk-Nya.
Dalam perumpamaan atau isti- lah lain adalah seperti para bina- tang melakukan hibernasi untuk mendapatkan bentuk, wajah, wujud baru sepanjang mereka menahan tidak makan dan minum, tidak berinteraksi dengan yang lainnya.
Jadi, jika jiwa manusia selalu di- rawat dengan membiasakan perbuatan baik, maka amalan amalan tersebut diumpamakan seperti berhibernasi. Jiwa manusia akan disadarkan, diarahkan, dididik, dikontrolnya dengan amalan-amalan tesebut, akibatya mendorong pemilik jiwa tersebut untuk selalu berbuat baik. Dengan perbuatan baiknya tersebut maka ia pun akan mendapatkan pahala dan ganjaran kebaikan sebagammana yang dijanjikan Allah SWT.
Sebaliknya, jika jiwanya tidak dirawat dengan nilai-nilai tersebut, malah yang terjadi melahirkan jiwa yang buruk, yakni akan selalu mendorong pemiliknya untuk selalu berbuat buruk, maka padanya hibernasi tersebut tidak membawa pada perubahan-perubahan malah justru membawa dan menghasilkan dosa yang pada akhirnya akan mendapatkan siksaan dari Allah.
Maka dalam surat An-Nahl ayat 92, “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang meng uraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali”, memberikan penjelasan bahwa jiwa manusia yang tidak dirawat dengan hibernasi nilai-nilai agama, diumpamakan seperti perempuan pemintal yang sia-sia, karena ia tidak tahu tujuan serta untuk apa ia memintal.
Hal itu bermakna bahwa hida- yah yang selalu menyertai jiwa memberi arahan untuk selalu berbuat baik
Dengan perbuatan tersebut akan mengantarkan pada tujuan serta jalan yang Allah swt ridai, juga sebagai ikhtiar supaya terhindar dari perbuatan sia-sia. Semoga. (Terbit di Harian Pikiran Rakyat, Jumat (19/7/2024))