Malki Ahmad Nasir, Wakil Dekan II Fakultas Dakwah Unisba
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda bahwa “Diriwayatkan dari Anas, dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda: “ Demi zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak sempurna iman seorang hamba hingga ia mencintai tetangganya atau saudaranya, sebagaimana ia mencintai untuk dirinya sendiri’. (HR Imam Bukhari-Imam Muslim). Kemudian dalam riwayat lain, disebutkan berikut ini “Siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya, dan siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR Muslim). Kemudian riwayat lainnya, megatakan “Demi Allah, tidak sempurna imannya, demi Allah tidak sempurna imannya, demi Allah tidak sempurna imannya.” Rasulullah saw. ditanya “Siapa yang tidak sempurna imannya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Seseorang yang tetangganya tidak merasa aman atas kejahatannya.” (HR al-Bukhari). Hadis-hadis itu menjelaskan bahwa untuk menjadi orang yang sempurna imannya harua memiliki kepekaan terhadap tetangga sekitar, keperluannya, dan masalah yang dihadapinya. Karenanya berdasarkan hadis tersebut mengajarkan kepada umat Islam bahwa nilai yang harus ditanamkan makna dari hadis-hadis diatas adalah untuk tidak tidak pandang bulu dalam memberikan bantuan atau pertolongannya. Karenanya kepekaan dan kepedulian yang ditanamkan oleh islam bukan bersifat ekslusif, tetapi bersifat universal, kepada siapa saja, inilah hakikat toleransi yang sebenarnya diajarkan oleh Islam.
Juga pada saat yang sama Islam menolak keras pemahaman dan ideologi individualisme atau egoisme yang merebak di zaman sekarang ini. Seolah-olah kehidupan itu hanyaah bersifat sendiri-sendiri, tetangga mati atau dirampok itu adalah urusannya sendiri, seperti itulah kehidupan di Era Kekinian, dan diperparah lagi di zaman milenial yaitu zamannya internet menambah buruknya nilai sebuah kehidupan, internet telah membentuk manusia untuk a-sosial alias hanya mementingkan diri-sendiri, dengan internet yang dipikirnya hanyalah alam sadar dirinya sendiri, alam sekitar seolah-olah terasing, sehingga memunculkan sikap indivudualsme yang benihnya sebenarnya sudah ada pada pemikiran dan filsafat yang lahir di Barat.
Malah dalam hadis yang lain Rasulullah saw bersabda bahwa “Jika kamu memasak kuah, maka perbanyaklah airnya dan berikan sebagian pada para tetanggamu”. (HR Imam Muslim). Inilah nilai yang diajarkan oleh Islam supaya pemeluknya dapat memiliki jiwa kepedulian yang bersifat spontanitas dan ikhlas serta tampa bulu tidak berdasrkan kepada SARA. Ajaran ini memberi dampak kepada pemeluknya supaya sering bertemu alias silaturahim, sebab akan membentuk jiwa kesetiakawanan diantara komunitas tersebut, sehingga akan memunculkan saling kepeduliaan diatara mereka.
Begitu juga Islam mengajarkan pemeluknya supaya peka terhadap alam sekitar, dengan menjaga dan mengurusnya, dapat mengambil manfaatnya tapi tidak menimbulkan dampak kerusakan yang ditimbulkannya. Dengan kata lain, lingkungan menjadi sehat dan dapat memberikan nilai keuntungan secara ekonomi tapi juga memberikan nilai healing terhadap masyarakat, apalagi warga yang tinggal di perkotaan sangat memerlukan terhadap healing demi menghilangkan depresi atau tekanan yang dialaminya selama bekerja ataupun dari hiruk-pikuk aktivitas perkotaan dan itu semua didapatkan pada alam sekitar yang sangat sehat, sehingga dibuatlah kebijakan sebagian tempat dengan dibangunkan hutan kota.
Lalau bagaimana keterkaitan dengan isu bela Negara? Sebenarnya justru penjelasan diatas sangat erat sekali, karena bela Negara tersebut jika diperumpamakan dengan memiliki jiwa kesetiakawanan dan kepekaan terhadap diri, tetangga, dan alam atau lingkungan sekitar, maka disitulah falsafahnya, apalagi dikatakan orang tersebut tidak sempurna cara beragamanya. Maka bentuk turunan dari kepercayaan dan keyakinan kepada Allah swt sebagai pemilik alam semesta ini, juga harus memiliki jiwa yang tadi diatas telah disebutkan.
Karenanya sebagaimana dalam butir yang pertama dari pancasila disebutkan bahwa warga Negara Indonesia harus beriman, memiliki kepercayaan atau dengan kata lain, harus beragama. Karena syarat meraih manusia yang baik atau insan kamil harus memiliki keyakinan bahwa Allah swt sebagai pemilik alam semesta. Dimana Allah swt telah menurunkan suri tauladanNya yaitu Nabi Muhammad saw untuk dijadikan contoh dan referensi menata kehidupan di dunia ini, termasuk bagiamana bertetangga yang baik, menjaga alam lingkungan dst.
Sehingga jelaslah, apa yang dimaksud dengan bela Negara adalah juga memiliki jiwa kepedulian menjaganya dari pelbagai anasir yang mengajarkan hal-hal yang bersifat destruktif, atau dengan kata lain seperti yang dijelaskan oleh Imam Asy-Syatibi rahimahumullah bahwa hikmah ditegakkannya nilai-nilai yang terdapat dalam agama Islam adalah untuk memelihara lima hal, yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara kehormatan atau keturunan, serta memelihara harta.
Sehingga apa yang dimaksud dengan bela Negara adalah terciptanya atau terbentuknya nilai-nilai agama Islam yang terlihat seperti semangat belajar, menuntut ilmu, berprestasi, menjaga kebersihan lingkungan, dll termasuk nilai kesadaran berbangsa dan bernegara yang meliputi toleransi, hidup rukun, damai, dan harmonis tanpa memandang suku, ras, budaya, dan agama. Dengan demikian, maksud terjaga agamanya adalah nilai-nilai yang diajarkannya bukan secara sesat, destruktif apalagi mangandungi nilai-nilai liberalisme, termasuk nilai-nilai yang bersifat palsu, semu atau pseudo terhadap agama islam itu sendiri, dengan kata lain mencampuradukan antara haq dan batil. Kemudian terjaga jiwanya dari jiwa yang melenceng sehingga melahirkan jiwa penghianat, yang menjuat harta atau kekayaan Negara ke orang-orang yang rakus yang sangat mementingkan hanya dirinya sendiri. Bukan juga jiwa yang berani menjual harga marwah dirinya, tetapi yang melahirkan jiwa patriot, berani bekorban, rela berjuang. Begitu juga terpeliharanya akal dan kehormatan atau keturunan dari pada nilai yang membawa kepada akal tidak waras, sehingga menyuburkan akal-akal tidak waras dalam bersikap membela kebenaran dan kehormatan. Apalagi sekarang dihujani dengan isu HAM perihal LGBT kononnya, padahal nilai-nilai yang dibawanya sangat merusak daripada terpeliharanya kehormatan dan keturunan serta yang lainnya. Tentunya nilai-nilai ini serta nilai-nilai yang diatas jika dibiarkan akan melumpuhkan terhadap Negara tersebut, sehingga akhirnya Negara tidak memiliki kukuatan, dari pelbagai sektor. Serta bukankah di Era Digital yang diperlukan adalah kemampuan bela negara tidak secara fisik atau milterisasi. Akan tetapi dapat melalui sikap, pemikiran dan karya. Dengan begitu kemampuan awal bela negara yang harus ada pada masyarakat dalam perpektif Islam adalah mereka mesti dididik dengan semangat untuk meningkatkan kefahaman terhadap beragama, berprestasi, tidak mudah putus asa, dan menjauhi segala hal yang merusak masa depannya. Karena itu tidak diragukan lagi bahwa Islam adalah agama yang lengkap dan komprehensif, dimana semua ajaran tentang nilai arahan dan larangannya ditujukan untuk merangkumi segala keperluan dan petunjuk dalam kehidupan manusia, termasuk dalam pengertian bagaimana menata membela Negara. Semoga. (Terbit di Harian Pikiran Rakyat, Jumat (16/12/2022))