Prof. Miftah Faridl jadi Khatib Shalat Idul Fitri 1445 di Unisba

Komhumas – Ketua Badan Pengurus Yayasan Unisba Prof. Dr. K. H. Miftah Faridl menjadi khatib pada pelaksanaan shalat Idul Fitri 1445 H di Kampus Utama Unisba, Rabu (10/4). Pada moment tersebut, Prof. Miftah menyampaikan khutbah dengan tema “Pentingnya Kejujuran bagi Seorang Pemimpin”. Shalat Idul Fitri kali ini dihadiri oleh civitas akademika Unisba dan warga sekitar Tamansari.

Dalam khutbahnya, Prof. Miftah mengatakan, masalah besar yang dihadapi masyarakat saat ini adalah masalah kejujuran. Dalam sebuah kisah beliau menerangkan, seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “ya Rasulullah, terangkan kepada kami, apa amalan yang paling ringan dan apa amalan yang paling berat dalam agama Islam?”. Rasul pun menjawab “amalan yang paling ringan dalam Islam adalah membaca dua kalimat syahadat, menyatakan tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Sedangkan amalan yang paling berat adalah konsisten dalam kejujuran”.

“Jujur memang sudah diprediksi Nabi menjadi tantangan terbesar umat manusia. la bisa hadir dalam banyak hal dan kesempatan. Termasuk ia bisa hadir dan bahkan mendominasi proses penentuan seorang pemimpin. Pemilih, seorang kandidat, maupun penelenggara dapat saja berbuat tak jujur, dan akan berakibat pada suasana gaduh yang kadang tak terkendali,”ujarnya.

Beliau menambahkan ada beberapa ciri seorang pemimpin antara lain jika berjanji, ia akan memenuhi setiap janjinya. Jika mengambil keputusan, ia akan mendahulukan pertimbangan kebutuhan masyarakatnya. Jika bersuara, ia kan mempertimbangkan aspek rasionalitas dan kepatutan sesuai kondisi rakyatnya. Jika membagi kesejahteraan, ia akan meratakan bagiannya sesuai kepentingan umum dan tidak akan memilah demi kepentingan keluarga dan kelompoknya saja.

“Pemimpin adalah sosok pengayom seluruh Masyarakat yang dipimpinnya, tanpa kecuali, tanpa melihat latar belakang kelompok ataupun partai yang mengusungnya. Seorang pemimpin adalah pemimpin bagi seluruh masyarakatnya,” ujarnya.

Selain itu, Prof. Miftah menerangkan seorang pemimpin harus menjadi juru damai bagi masyarakatnya, bukan sebaliknya, jadi sumber konflik antar warga yang dipimpinnya. Seorang pemimpin juga harus berkata dan menyampaikan apa adanya, tidak mengumbar janji demi kepentingan pencitraan dirinya ataupun tujuan membalut kebohongan dengan kata-kata manis yang menggembirakan.

“Sebuah hadits Nabi mengingatkan untuk berhati-hati dengan kata-kata ataupun janji-janji yang dapat menyesatkan. Kesesatan dapat bersumber pada kata-kata, kebijakan, ataupun perilaku seorang pemimpin. Abu Darda ra berkata: Telah memberi amanat kepada kami Rasulullah SAW: “Bahwa yang paling aku takuti atasmu ialah pemimpin yang menyesatkan” (HR Ahmad).

Press ESC to close