OPINI : Tragedi & Moralitas Sepak Bola oleh Asep Dudi S. (Wadek I FTK Unisba)

(Terbit di Harian Pikiran Rakyat, Rabu/05 Oktober 2022)

Dunia persepakbolaan Indonesia dirundung duka nasional teramat mendalam. Stadion Kanjuruhan Malang menjadi saksi bagaimana tragedi ini berlangsung. Peristiwa memilukan dan mengenaskan ini terjadi pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022,  menyusul kekalahan Arema dari derby Jawa Timurnya, Persebaya. Aremania tampaknya kecewa ketika kesebelasan kesayangannya, yang dua puluh tahun tidak pernah kalah dari rivalnya ini, justru ditekuk 3-2 di kendang sendiri. Lebih dari seratus nyawa melayang. Kita berdoa semoga jiwa para korban memperoleh ampunan-Nya dan mendapat tempat terbaik di sisi-Nya.

Berdasarkan sumber yang ada, deretan tragedi sepakbola lainnya di dunia dengan jumlah korban terbanyak berturut-turut adalah: 328 korban di Stadion Nasional Lima, Peru pada Mei 1964; 126 korban di Stadion Accra Ghana pada Mei 2001; 96 korban di  Stadion Hillsborough Sheffield Inggris pada April 1989; 93 korban  di Stadion Kathmandu Nepal pada Maret 1988; 80 korban di Stadion Mateo Flores  Guatemala pada Oktober 1996; 79 korban di Stadion Port Said Mesir pada Pebruari 2012.

Kemudian 71 korban di Stadion Puerta Buenos Aries Argentina pada Juni 1968; 66 korban di Stadion Glasgow Skotlandia pada Januari 1971; dan 66 korban di Stadion Lenin Moskow Rusia pada Oktober 1982.

Fanatisme

Fanatik dalam arti loyal kepada tim yang dijagokan adalah sah dan wajar-wajar saja, apalagi kesebelasan daerah sendiri. Siapa lagi kalau bukan kita yang menjadi suporter beratnya. Namun fanatik yang membentuk fanatisme dengan mengabaikan rasionalitas dan moralitas seringkali menjadi vandalisme dan berujung pada tindakan anarkis,

Suporter fanatik memberikan andil positif dalam membesarkan tim sepakbola. Mereka menjadi pelanggan setia yang membeli tiket pertandingan, bahkan ketika tim kesayangannya berlaga tandang melawat ke stadion yang jauh sekalipun. Suporter fanatik pula yang secara langsung atau tidak, melakukan evaluasi atas performa kesebelasannya, menilai kualitas pelatih yang dikontrak manajemen bahkan seolah menentukan siapa yang perlu direkrut dan siapa yang harus diout.

Suporter fanatik adalah juga pangsa pasar ekonomi, disamping menjadi pertimbangan para perusahan sponsor dalam mengguyurkan dana mereka. Apalagi ketika para supporter ini mempunyai jumlah yang sangat besar. Bentuk merchandise apapun yang membawa nama atau logo kesebelasan, bahkan nama-nama pemain yang dipavoritkan dipastikan menjadi komoditi yang menjanjikan.  

Di lapangan, supporter fanatik pula yang membuat satu stadion gegap gempita. Merekalah yang menyulut semangat para pemain, pelatih dan semua elemen tim untuk maksimal bekerja keras dan bekerja cerdas memenangkan pertandingan, Disaat gawang kesebelasan kebobolan dan skor diraih kesebelasan lawan, supporter pula yang membangkitkan kembali gairah untuk mengubah kekalahan menjadi kemenangan.

Sayangnya, fanatik yang menjadi fanatisme membuat kekalahan acapkali menjadi sumber kericuhan dan kerusuhan. Pagar stadion rubuh, kursi-kursi penonton rusak dan tercerabut dari tempatnya, tidak jarang apipun menyala di tribun. Bahkan ketika keluar dari stadionpun, fanatisme rombongan supporter menyebabkan berbagai kerusakan fasilitas publik di sepanjang perjalanan pulang. Tidak semua suporter tentunya. 

Moralitas

Sepakbola adalah olahraga, juga permainan tentang bagaimana menyusun strategi dan taktik untuk memenangkan pertandingan, sarana untuk kontestasi kekuatan fisik, teknik dan skill individu serta unjuk kualitas kekompakan tim dalam mengelola bola, pentas kepiawaian mengendalikan permainan dengan memanfaatkan dinamika yang terjadi di lapangan. Sepakbola adalah olahraga otot, juga “olah raga” otak.

Sepakbola juga olah raga yang mengajarkan mentalitas dan moralitas; bukan hanya fisik yang dilatih, mentalpun ditempa. Mental juang, pantang menyerah, tidak egois, semangat mengapasitasi diri secara berkelanjutan, mengendalikan emosi, memberikan kesempatan pada kawan, elegan menghadapi lawan, fokus pada tujuan, namun terampil membaca medan dan mengatasi hambatan, dan rendah hati ketika berhasil menaklukan penjaga gawang. Satu nilai moral penting yang perlu dipegang semua pihak, termasuk suporter adalah nilai-nilai sportivitas: mengakui kelebihan dan kemenangan lawan, menerima kekurangan dan kekalahan kesebelasan jagoannya.

Terkait banyaknya korban Stadion Kanjuruhan Malang, banyak pihak menyayangkan penggunaan gas air mata oleh aparat. Penggunaan gas air mata yang bisa terbawa angin di tengah ribuan penonton yang berkerumun dapat memicu kepanikan.  Dalam keadaan panik dan merasakan mata perih dan nafas sesak mereka akan berhamburan menuju pintu keluar stadion untuk menyelamatkan diri. Di sinilah kemungkinan puncak tragedi terjadi, pintu yang ukurannya terbatas dipadati ratusan penonton yang berdesakan dan berkejaran ingin menghirup udara segar dan terlepas dari situasi tidak menentu. FIFA Stadium Safety and Security pada Pasal 19 tentang Pitchside Stewards pada bagian b) tertulis,’No firearms or “crowd control gas” shall be carried or used’, aparat yang bertanggungjawab atas keamanan pertandingan dilarang menggunakan senjata api atau gas pengontrol kerumunan. Semoga ke depannya sepakbola tanah air menjadi olahraga yang lebih professional dan sarat nilai-nilai moral.***

Press ESC to close