KOMINPRO-Korupsi tidak hanya menyangkut hukum pidana saja, tapi berbagai aspek kehidupan. Perppu KPK yang sedang hangat diperbincangkan saat ini, banyak menimbulkan berbagai reaksi baik dari mahasiswa maupun masyarakat karena revisinya sudah diundang-undangkan yang menimbulkan sorotan publik. Untuk itu, perlu dicermati beberapa aspek untuk dapat dipahami masyarakat. Demikian disampaikan Rektor Unisba, Prof. Dr. H. Edi Setiadi, S.H., M.H. saat menjadi narasumber dalam kegiatan Diskusi Publik Menakar Cita-Cita Reformasi : Dilematis antara Perppu KPK dan Judicial Review yang diselenggarakan oleh BEM Unisba dan BEM F. Hukum Unisba di Student Center Unisba, pada Senin (14/10).
Dikatakan Rektor, saat ini Badan Pengawas KPK perlu pembenahan. Salah satunya dengan memilih sosok yang asocial. “Saya setuju dengan badan pengawas. Hanya untuk menjaga integritas saya tidak setuju kalau Presiden yang menunjuk. Saya setuju ada dewan pengawas harus merupakan tokoh masyarakat dan tidak ditunjuk oleh Presiden,” paparnya.
Guru Besar Hukum Pidana F. Hukum Unisba ini mengkritisi undang-undang baru yang menentukan penyidik hanya berasal dari polisi dan jaksa saja karena tidak sesuai dengan KUHP. “Sebagai bentuk penguatan KPK Saya sangat mengkritisi betul karena di KUHP ada 52 penyidik, termasuk ada penyidik PPNS. Bukan polisi dan jaksa saja. Ini tidak benar, melanggar UU dan KUHP. Harus ada jalan keluar dan produk hukum. Kalau polisi dan jaksa sudah mengatakan sanggup memberantas korupsi, maka KPK bubar,” tegasnya.
Selain itu, menurutnya yang perlu dikritisi adalah independensi KPK harus berada dibawah yudikatif agar tidak terjadi intervensi. “Kita pelajari dulu baru mengkritisi,“ jelasnya.
Lebih jauh, karena sudah menjadi undang-undang maka perlu adanya pengawasan. Rektor mendorong untuk melakukan pengawasan dengan menggunakan hak politik yang dimiliki setiap warga negara. “Jangan asal bersuara sampai tidak tahu apa yang disuarakkan,” pungkas Rektor.
Sementara itu, Pakah Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan, Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, S.H., M.H., mengatakan, dalam aspek hukum tata negara, korupsi merupakan tindakan serius dan luar biasa dengan dua perspektif pidana dan tata negara karena berkaitan dengan kesejahteraan suatu negara. “Kalau anggaran dikorupsi maka sulit mencapai kesejahteraan. Kalau semuanya diisi korupsi, tidak akan memperoleh pemimpin yang baik. Negara akan hancur jika korupsi dibiarkan,” terangnya.
Menurutnya, integritas KPK harus tetap terjaga. Namun demikian, senada dengan Rektor Unisba, beliau mengungkapkan jika dewan pengawas KPK saat ini tidak mencapai harapan yang diinginkan. Pelaksanaannya tidak berdasarkan penyusunan undang-undang yang baik dan undang-undang tidak diimplementasikan dengan baik. Selain itu, lemah dalam segi penegakan hukum.
Untuk itu, undang-undang KPK yang sudah disahkan harus dikaji kembali terutama terkait pasal-pasal yang berkaitan dengan dewan pengawas dan surat perintah. Kaitannya dengan Perppu, beliau menilai Presiden tidak mudah melegalkannya demi menjaga konsistensi dan komitmen walaupun memiliki pertanggungjawaban terhadap undang-undang KPK. (Eki)