LSIPK Unisba Bahas Kegelisahan Problematika ‘Milad atau Siroh?’

KOMINPRO-Menyambut hari lahir melalui berbagai rangkaian kegiatan Milad yang rutin dilakukan setiap tahun, sudah menjadi tradisi bagi Unisba. Tidak hanya pada tingkat universitas saja, tapi juga fakultas maupun program studi.  Namun, dalam pelaksanaannya, kegelisahan akan hadis tasyabbuh (penyerupaan) kerap menghampiri civitas akademika Unisba.

Dalam menjawab hal tersebut Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Kepribadian (LSIPK) Unisba menyelenggarakan Webinar dengan tema “Problematika Umat ‘Milad atau Siroh’?” yang dilaksanakan secara online melalui Zoom Meeting dan live di Youtube LSIPK Unisba, Kamis (01/07).

Sekretaris badan Pengurus Yayasan Unisba, H. Ramlan Sasmita, Drs., M.Pd.I., mengatakan, rangkaian kegiatan Milad Unisba yang sudah dilaksanakan hingga saat ini merupakan bentuk syukur dan mentafakuri segala apa yang telah diperoleh agar perjuangan terdahulu dapat diperjuangkan dan memperbaiki yang kurang pada masa lalu agar bisa berjalan pada masa yang akan datang sehingga menjadi jauh lebih baik.  

“Jadi bukan untuk berfoya-foya maupun hura hura. Jika milad ini mengarah kepada hadis Man tasyabbaha biqaumin fahuwa minhum, maka perlu difikirkan bersama untuk memperoleh kesepahaman yang sama,” ungkapnya.

Sementara itu, Dr. H. Tamyiez Dery, Drs., M.Ag., mengatakan, kata sirah pada Al-Qur’an hanya terdapat pada satu ayat saja yaitu Surat Thaha (20) ayat 21. Dia menuturkan, jika dikaji dengan beberapa ayat yang berkaitan dengan sirah seperti al-Qashash (28) ayat 29, at-Thur (52) ayat 10, at-Thur (52) ayat 10, Surat al-Hajj (22) ayat 46, Surat ar-Rum (30) ayat 9, Surat Fathir (35) ayat 44, Surat Ghafir (40) ayat 21, Surat Ghafir (40) ayat 82, Surat Muhammad (42) ayat 10, Surat Ali Imran (3) ayat 137, Surat al-An’am (6) ayat 11, Surat an-Nahl (16) ayat 36, Surat an-Naml (27) ayat 69, Surat al-Ankabut (29) ayat 20, Surat ar-Rum (30) ayat 42, Surat Saba’ (34) ayat 18 maka mengandung arti sejarah ummat terdahulu.

“Sehingga sirah itu bisa berarti sejarah, bahkan biografi—seperti Ibnu Hisyam yang memberi judul bukunya sîrah nabawiyah (Biografi Nabi Muhammad Saw). Sîrah harus dipejari, kemudian diambil pelajaran untuk kehidupan yang lebih baik pada masa sekarang maupun yang akan datang,jelasnya.

Sedangkan menurutnya, kata mîlâd tidak ditemukan di dalam al-Qur’an. Namun kata ia, kata jadian yang berasal dari akar kata walada disebutkan tidak kurang dari seratus kali dalam al-Qur’an.

“Berdasarkan kajian ayat-ayat yang berakar kata walada, tidak ditemukan mîlâd di dalam Al-Qur’an. Dengan kata lain, kata tersebut hanya ditemukan dalam kajian bahasa. Istilah sîrah hanya ditemukan satu kali di dalam Al-Qur’an dan itu menunjukkan bentuk atau keadaan yang sebenarnya,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, H. Arifin Syatibi, Lc., mengatakan, terdapat perbedaan ulama yang membolehkan dan melarang perayaan hari lahir individu maupun Lembaga. Namun menurutnya, banyak pendapat yang lebih kuat dalam melarangan perayaan tersebut jika dilihat dari sisi hujjah yang dimaksudkan.

Adapun hikmah dari larangan tersebut kata ia, agar umat Islam selalu bangga dengan identitas ke-Islamannya dengan menjalankan perintah Allah  SWT serta Sunnah Rasul-Nya. Dia pun mengajak kepada umat Islam untuk tidak mengikuti/mengekor tradisi maupun ibadah/ritual orang-orang kafir agar tidak terjerumus kepada kesesatan.

Harapannya karena tujuan Milad pada suatu lembaga adalah muhasabah, maka muhasabah yang dilakukan itu kapanpun dan tidak perlu dirayakan di hari lahir atau berdirinya suatu lembaga tersebut.***

Press ESC to close