Khutbah Idul Adha : Refleksi Qurban Nabi Ibrahim AS Dalam Membentuk Keshalehan Sosial

Oleh: Dr. Iwan Permana, S.SY., M.E.Sy., C.DAI. Kepala Bagian Peningkatan Ruhul Islam dan Pengelolaan Mesjid (PRIPM) Universitas Islam Bandung

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah …

Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah.

 “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi mulia, suri tauladan kita, Nabi Muhammad Saw, keluarga dan para sahabatnya.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah …

Ibadah qurban adalah ibadah yang dilakukan dalam rangka taqarrub kepada Allah dengan menyembelih unta, sapi, atau kambing pada hari Iduladha dan tiga hari tasyrik. Qurban itu sendiri artinya dekat, sehingga qurban ialah menyembelih hewan ternak untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Perihal ibadah qurban, tentu ada latar belakang sejarah mengapa kita perlu berqurban dengan menyembelih hewan ternak seperti domba atau sapi. Kita diingatkan tentang peristiwa ketaatan Nabi Ibrahim beserta anak istrinya, Ismail AS dan Siti Hajar.

Satu peristiwa saat Nabi Ibrahim AS diperintahkan oleh Allah Swt untuk menempatkan istrinya Hajar bersama putranya Nabi Ismail AS, yang saat itu masih bayi dan menyusu. Siti Hajar dan Ismail AS. Mereka ditempatkan di satu Lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu begitu sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorang pun. Nabi Ibrahim AS pun tidak tahu apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat paling asing, di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri palestina. Namun baik Nabi Ibrahim, maupun istrinya Siti Hajar, menerima perintah Allah itu dengan keikhlasan dan tawakkal.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…

Dalam pengasingan itu, Siti Hajar kehabisan air minum yang membuatnya tidak bisa menyusui Nabi Ismail AS yang masih bayi, kemudian ia pun berlari-lari dari bukit Sofa ke bukit Marwah sebanyak 7 kali untuk mencari air. Lalu Allah Swt tiba-tiba mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam-zam yang membuat Siti Hajar dan Nabi Ismail AS memperoleh sumber kehidupan.

Dari berlari-lari kecil inilah yang menjadi awal dilakukan Sa’i bagi jamaah haji, lembah yang dulunya gersang, kini mempunyai persediaan air yang melimpah-limpah. Manusia datang dari berbagai pelosok terutama para pedagang ke tempat Siti Hajar dan Nabi Ismail, untuk membeli air. Datang rejeki dari berbagai penjuru, dan makmurlah tempat sekitarnya. Akhirnya lembah itu hingga saat ini terkenal dengan kota Makkah, sebuah kota yang aman dan makmur, berkat doa Nabi Ibrahim dan berkat kecakapan seorang ibu dalam mengelola kota dan masyarakat.

Kemakmuran Kota Makkah yang aman juga disebutkan Allah dalam firman-Nya:

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Mekah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buahbuahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,” Dia (Allah) berfirman, “Dan kepada orang yang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah: 126)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…

Selanjutnya, mengenai hikmah qurban yang bisa kita teladani dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail AS, beliau ditugaskan oleh Allah Swt untuk mengurbankan putra kesayangannya, Ismail AS melalui mimpi. Hal ini bisa dilihat dalam firman Allah berikut ini:

“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS. As-Saffat: 102)

Ayat ini menerangkan ujian yang berat bagi Ibrahim. Allah memerintahkan kepadanya agar menyembelih anak satu-satunya sebagai qurban di sisi Allah Swt. Ketika itu, Ismail mendekati masa balig atau remaja, suatu tingkatan umur sewaktu anak dapat membantu pekerjaan orang tuanya. Usia Ismail AS pada saat itu 13 tahun. Nabi Ibrahim dengan hati yang sedih memberitahukan kepada Ismail tentang perintah Allah yang disampaikan kepadanya melalui wahyu (mimpi). Dia meminta pendapat anaknya mengenai perintah itu.

Perintah Allah itu berkenaan dengan penyembelihan diri anaknya sendiri, yang merupakan cobaan yang besar bagi orang tua dan anak. Sesudah mendengarkan perintah Allah itu, Ismail dengan segala kerendahan hati berkata kepada ayahnya agar melaksanakan segala apa yang diperintahkan kepadanya. Dia akan taat, rela, dan ikhlas menerima ketentuan Allah serta menjunjung tinggi segala perintah-Nya dan pasrah kepada-Nya.

Ismail AS yang masih sangat muda itu mengatakan kepada orang tuanya bahwa dia tidak akan gentar menghadapi cobaan itu, tidak akan ragu menerima qada dan qadar Allah. Dia dengan tabah dan sabar akan menahan derita penyembelihan itu.

Namun, karena kecintaan Nabi Ibrahim AS kepada Allah Swt jauh lebih besar dan jauh lebih di atas segala galanya daripada kecintaan terhadap anak, istri, harta benda dan materi keduniaan lainnya, maka Nabi Ibrahim rela mematuhi perintah Allah Swt.

Dalam suasana yang sangat mengharukan itu, dan detik-detik yang amat menegangkan, saat Ismail sudah dibaringkan untuk dilakukan penyembelihan, tiba-tiba Allah Swt dengan kekuasaan dan kebesaranNya mengganti sang anak Ismail dengan seekor kibas (domba) besar yang dibawa oleh malaikat jibril. Sebagaimana Allah Swt jelaskan di dalam surat Ash-Shaffaat: 103-107:

“Tatkala keduanya Telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu, Sesungguhnya Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”

Dengan peristiwa inilah, kemudian dimulailah sunah berkurban hingga sekarang. Disembelihnya hewan-hewan kurban menjadi pengingat kita atas kejadian besar tersebut. Tujuannya juga agar kita lebih paham mengenai bagaimana kita berserah diri seutuhnya kepada Allah Swt dengan ketaatan yang penuh keridaan.

Semua itu agar kita semakin mengerti, bahwa Allah tidak hendak menghinakan manusia dengan cobaan. Pun tidak ingin menganiaya dengan ujian. Melainkan, Allah menghendaki agar kita bersegera memenuhi panggilan tugas dan kewajiban secara total sebagai bentuk keshalehan individu maupun sosial.

Selanjutnya Allah Swt berfirman dalam QS. An-Nahl: 123:

“Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”

Berdasarkan ayat tersebut maka menjadi syariat bagi kita umat Rasulullah Saw untuk meelaksanakan Qurban sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim As.

Dalam pelaksanaan qurban, Allah Swt menjelaskan dalam surat al-Hajj ayat 37:

“Daging-daging unta (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah Telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah …

Di akhir khutbah ini, marilah kita berdo’a kepada Allah Swt, semoga Allah Swt senantiasa meneguhkan hati kita dalam keimanan dan ketaqwaan, dan membimbing kita dalam perjalanan menegakkan ‘izzul islam wal muslimin.***

Press ESC to close