Para narasumber mengisi acara Seminar Nasional “Kebijakan Luar Negeri RI di Timur Tengah”
HUMAS-Politik atau kebijakan luar negeri (Polugri) Indonesia di Timur Tengah (Timteng) memiliki pijakan sejarah yang cukup panjang dan monumental. Pijakan Polugri Indonesia di Timteng didasarkan atas dua alasan yang kokoh, yaitu faktor kesejarahan dan ke-Islaman. Sejarah menyebutkan, negara-negara Timteng yang dipelopori oleh Mesir adalah yang pertama kali memberikan pengakuan atas kemerdekaan Indonesia.
Demikian terungkap dalam Seminar Nasional bertema, “Kebijakan Luar Negeri RI di Timur Tengah”, di aula Unisba belum lama ini. Seminar ini menghadirkan tiga nara sumber yakni, Duta Besar Nurul Aulia (Kementrian Luar Negeri RI), Duta Besar RI untuk Qatar (periode 2012-2016), Drs. H. Deddy Saeful Hadi, dan Dr. Husni Syam, SH.,LLM. Ketua Bagian Hukum Internasional Fak. Hukum Unisba.
“Kekuatan sejarah gejolak di Timur Tengah sebetulnya dimulai sejak wafatnya khalifah Ali sampai perang terakhir, puncaknya pada dinasti Abbasiah dan Fatimiah sehingga di sana muncul kelompok Ahli Sunnah, Syiah dan Khawarij,” kata Rektor Unisba, Prof.Dr. H. Edi Setiadi, SH.,MH.
Diaspora (penyebaran) dari ketiga kelompok tersebut, lanjut Rektor, berlangsung sampai sekarang. Ahli Sunnah dan Syiah ada hingga kini, sedangkan Khawarij diwakili oleh ISIS. Konflik Timur Tengah dinilai Rektor sebagai bentuk konspirasi lain yang diwakili oleh Amerika dan Qatar. “Oleh karena itu, tepat politik luar negeri Indonesia bebas dan aktif. Indonesia bisa memainkan peran dalam situasi di sana walaupun ada kepentingan global,” katanya.
Rektor berharap, Unisba terus bekerja sama dengan Kemenlu atau kementerian lainnya, mengingat potensi yang dimiliki Unisba saat ini sudah lengkap.
Saat ini Unisba akan membentuk Pusat Kajian Timur Tengah, menurut Ketua Panitia Seminar, Ketua Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Kepribadian (LSIPK) Dr. HM. Wildan Yahya, pusat kajian ini dibentuk dengan harapan mahasiswa dan civitas akademika Unisba bisa memiliki kepedulian yang kuat ke Timur Tengah.
“Targetnya, Pusat Kajian ini bisa dibentuk Desember 2017 ini, kami menunggu MoU dengan Kemenlu,” kata Ketua LSIPK.
Ia menjelaskan, pusat kajian ini dibentuk dalam rangka mengetahui persoalan yang terjadi di sana. Agar, bisa memberikan kontribusi dan memberikan sumbangan pemikiran.
Hubungan RI dengan negar Timur Tengah ini berlanjut dengan silaturahim yang terus dijaga oleh Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno. Selain itu adanya faktor kesamaan agama mayoritas rakyat Indonesia dengan rakyat Timteng, yaitu Islam. Faktor kesamaan agama inilah sebenarnya yang menjadi alasan paling utama bagi negara-negara Timteng dalam memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan Indonesia.
Namun, sangat disayangkan Polugri Indonesia cenderung tidak pernah memberikan tempat yang layak terhadap ‘Islam’ sebagai salah satu elemen penting dalam Polugrinya. Padahal dalam setiap narasi diplomatiknya dari tingkat Menteri sampai Presiden selalu menjadikan kemayoritasan Islam di Indonesia sebagai modal sosio-politik. Hal yang sama juga belaku untuk Polugri di Timteng.
Hanya satu Polugri Indonesia di Timteng yang relatif konsisten yaitu dukungan untuk kemerdekaan Palestina. Hal ini dapat dipahami, mengingat posisi negara Indonesia dengan politik luar negeri yang bebas aktif harus menempatkan peran Indonesia sebagai ‘mediator’ terhadap konflik di Timteng.
Ketidakjelasan Polugri Indonesia di Timteng berakibat pada rendahnya perhatian negara-negara Timteng terhadap Indonesia hampir di semua sektor, termasuk nilai investasi negara-negara Timteng di Indonesia yang sangat rendah. Oleh karena itu, ketika negara-negara Timteng mengalami kemelut politik yang cukup akut pasca Arab Spring, tidak banyak yang bisa dilakukan oleh Indonesia sebagai negara yang pernah mendapat “berkah” pengakuan politik diawal kemerdekaan dari negara-negara Timteng.
Penunjukan Unisba sebagai perguruan tinggi yang bernapaskan Islam dalam program sosialisasi kebijakan luar negeri Indonesia di Timteng oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) merupakan pilihan yang tepat, karena selain dapat membuka peluang kerjasama dengan Kemenlu RI, juga dapat membangunkan seluruh civitas akademik Unisba untuk terus mengikuti dan mencermati perkembangan sosio-politik di Timteng.
Unisba dengan civitas akademiknya merupakan elemen bangsa yang menjadi unsur negara kesatuan RI. Merujuk kepada paparan salah seorang naras umber, negara kesatuan RI sebagai subyek hukum internasional atau pemegang hak dan kewajiban dalam hukum internasional sudah seyogyanya mampu melakukan hubungan dengan negara lain baik pada masa damai maupun pada masa konflik berdasarkan ‘mutual consent’.***