KOMINPRO-Para Dokter hendaknya lebih mengedepankan masalah etik dalam menghadapi berbagai persoalan. Jalur hukum merupakan solusi terakhir untuk menyelesaikan konflik dalam kehidupan bermasyarakat.
“Apabila terjadi sengketa antara praktek kedokteran dengan pasien, selesaikan dengan etik terlebih dahulu karena masalah patut dan tidak patutnya perbuatan sebenarnya bisa diputuskan terlebih dahulu oleh dewan etik. Hukum adalah solusi terakhir untuk menyelesaikan konflik dalam kehidupan bermasyarakat,” demikian disampaikan Rektor Unisba, Prof.Dr.H.Edi Setiadi,SH.,MH. saat menyampaikan sambutan dalam acara Annual Meeting yang diselenggarakan Fakultas Kedokteran Unisba bekerjasamma dengan Forum Kedokteran Islam Indonesia (FOKI), di Hotel Haris Ciumbuleuit, Bandung, Rabu (25/7). Acara ini berlangsung selama tiga hari (25-27 Juli). Pertemuan rutin tahunan FOKI kali ini diikuti 77 delegasi dari 22 Perguruan Tinggi di Indonesia dan dua orang delegasi dari Malaysia.
Tindakan kedokteran merupakan suatu tindakan yang penuh risiko yang memang tidak diprediksi sebelumnya atau karena tindakan yang salah dari dokter. Dengan demikian, kata Rektor, apabila terjadi perbenturan kepentingan antara keduanya maka aspek kode etik dan aspek hukum akan tersangkut di dalamnya. “Apabila tidak ada penyelesaian secara damai maka akan terjadi tuntutan pertanggungjawaban dan ganti kerugian apabila pasien/masyarakat tidak menerima kegagalan yang dilakukan tenaga medis dalam memberikan pelayanan kesehatan/asuhan,” terangnya.
Rektor Unisba yang juga ahli hukum pidana ini mengungkapkan, pengaduan/tuntutan masyarakat terhadap dokter/tenaga medis yang dituduh melakukan malpraktek/unprofessional conduct diperlukan suau penanganan yang adil dan hati-hati mengingat dapat saja yang terjadi dalam pelayanan kesehatan tersebut bukan malpraktik atau unprofessional conduct akan tetapi hanya merupakan kekeliruan padahal tuntutan yang dilakukan adalah tuntutan pidana. “Kehati-hatian ini perlu mengingat keterbatasan hukum pidana dalam menangani gejolak yang terjadi di dalam masyarakat,” katanya.
Rektor menilai, fenomena yang terjadi saat ini, banyak menunjukkan adanya kecenderungan dokter dan pasien untuk menyelesaikan sengketa ke ranah hukum, padahal sekiranya keduabelah pihak bersikap arif, permasalahan yang timbul mungkin masih bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan.
Terkait dengan hal tersebut, maka Unisba merasa perlu menghasilkan dokter-dokter yang mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan tidak melanggar etik. Karenanya, lanjut Rektor, menciptakan lulusan yang berakhlakul kharimah merupakan salah satu tujuan utama berdirinya Fakultas Kedoteran berlabel Islam. Namun, pada prakteknya tidak semua dokter yang memiliki latar belakang dari Universitas Islam, dapat mengimplementasikan hal tersebut sehingga perlu adanya evaluasi dan reorientasi kurikulum yang sudah ada.
Rektor berpendapat, selain bergantung pada kurikulum, Fakultas perlu menanamkan nilai-nilai keislaman pada mahasiswa dalam berbagai pertemuan, baik itu di dalam atau pun di luar kelas.
“Jangan hanya cukup mengatakan sudah diajarkan di kurikulum. Tapi harus ada penekanan yang lebih lagi. Jika Unisba berhasil menghasilkan lulusan yang berakhlaqul kharimah misalnya, semoga saja hal itu bisa ditularkan ke Univeritas lain, minimal sesama anggota FOKI”, ujarnya.
Rektor menerangkan, terdapat beberapa aspek yang perlu ditekankan kepada mahasiswa untuk menghadapi dunia kedokteran yang semakin maju. Pertama Tauhid, semakin maju pengetahuan terkadang menyebabkan manusia lupa dengan sang pencipta sehingga. Kemudian, ibadah, menurutnya melaksanakan praktek kedokteran harus dilandasi dengan niat ibadah agar pekerjaan tersebut membawa kemaslahatan bagi umat.
“Jika kita meniatkan pekerjaan dengan ibadah maka akan ada dua manfaat yang kita peroleh yaitu nilai ibadah dan kemanusiaan. Ini yang harus ditekankan kepada para lulusan dan mahasiswa bahwa profesi dokter akan bersinggungan dengan Habluminallah dan Habluminanas,” pungkasnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran Unisba, Prof.Dr. Ieva B. Akbar, dr., AIF mengatakan, pertemuan ini merupakan momentum yang tepat bagi seluruh anggota FOKI untuk saling bertukar pikiran dalam menyempurnakan kurikulum syariah Islam. Dia menuturkan, pesan yang sampaikan rektor akan dijadikan masukan dalam pertemuan tersebut.
Prof. Ieva mengungkapkan, sebetulnya setiap Fakultas Kedokteran yang berbasis Islam memang sudah memiliki kurikulum syariah. “Kita juga sudah menyiapkan mahasiswa untuk bisa bekerja di Rumah Sakit Syariah, tapi mungkin masih ada kekurangan yang harus dibenahi,” ucapnya.
Terkait hal tersebut, pertemuan FOKI kali ini akan membahas mengenai Academic Help System yang dimotori oleh Islamic Help Center. Melalui program tersebut Fakultas Kedokteran akan menjalin kerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan berbasis Islam dalam bidang pelayanan kesehatan.
“Dalam bidang pelayanan kesehatan kita akan sesuai dengan program pemerintah. Untuk dokter umum akan berada di level primer, spesialis untuk level sekunder, dan untuk subspesiali berada pada level tersier,” katanya. Menurutnya, jika Islamic Help Center berjalan baik maka Islam akan lebih eksis dan dikenal sebagai agama rahmatan lilalamin pada tingkat global.
Memasuki era revolusi industri 4.0 dengan berbagai perubahan/disruption menjadi tantangan sekaligus peluang yang harus dihadapi perguruan tinggi, khususnya FK Unisba. “Karenanya, mari kita bersama bahu membahu bersinergi untuk kepentingan umat khususnya dalam bidang pendidikan dan pelayanan kesehatan,” terang Prof. Ieva.
Dekan FK Unisba pun mengingatkan, dalam menyatukan kebersamaan ini perlu dilandasi syariat Islam yang jelas kebenarannya. Hal itu, lanjutnya, merupakan realisasi kepatuhan kita kepada sang pencipta Allah SWT.
Sesuai dengan tema pada FOKI annual meeting 2018 : “Strengthening The Collaboration on Medical Education and Health Sciences Research for Sustainable Development”, pertemuan FOKI ini merupakan penguatan Kolaborasi di bidang pendidikan dan penelitian kesehatan dengan teknologi sains. “Semoga pertemuan ini menj
adi potensi dalam meningkatkan syariat Islam sebagai agama rahmatan lil alamiin”, kata Prof. Ieva. (Feari/Sari)