Hak Cipta Lagu dan Transformasi Digital

KOMHUMAS-Hak Cipta Lagu khususnya di era digital  saat ini memberikan banyak peluang bagi  para musisi, seperti dapat lebih independent dalam berkarya, dapat mudah mengetahui jumlah pendengar karyanya, dan lebih mudah untuk memonetasi karyanya.

Namun disisi lain, terdapat juga banyak tantangan, diantaranya pelanggaran terhadap hak cipta lagunya menjadi lebih mudah, orang bisa saja mengambil keuntungan dari karya musisi tanpa berbagi royalti dan hal lainnya.

Menyikapi hal tersebut, Pusat Pengembangan dan Pelayanan Kekayaan Intelektual (PPPKI) berkolaborasi dengan Pusat Kajian Islam dan Kemasyarakatan (PUSKAJI) di bawah Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unisba, menyelanggarakan Webinar bertajuk “Hak Cipta Lagu dan Transformasi Digital” melalui Zoom Meeting, Rabu (13/04).

Webinar ini menghadirkan narasumber yang pakar dalam bidangnya yaitu Prof. Dr. Ahmad M. Ramli, S.H., M.H. FCB. Arb. (Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informasi Bidang Regulasi dan Pendidikan Tinggi Digital); Achi Hardjakusumah (Violinist, Composer, dan Arranger); Candra Darusman (Ketua Federasi Serikat Musisi Indonesia), dan Fariz Farrih Izadi, Lc., M.H. (Kepala Pusat Kajian Islam dan Kemasyarakatan LPPM UNISBA).

Membuka webinar ini, Prof. Ahmad Ramli menyampaikan program Kominfo saat ini adalah transformasi dari analog ke digital, guna mendorong diversifikasi konten dan menciptakan efesiensi dan efektivitas siaran.

Ia menambahkan, pemerintah sangat serius dalam melindungi hak cipta, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan pemblokiran akun market place yang menjual produk hasil dari pelanggaran kekayaan intelektual. “Dengan taglinenya, ‘Nikmati karyanya, Hargai Penciptanya, Lindungi Hak Kekayaan Intelektualnya’,” ungkapnya.

Pembicara selanjutnya, Achi Hardjakusumah menuturkan, mendokumentasikan karya, menjaga hak master bagi seorang pencipta lagu sangat penting.

Ia menceritakan pengalamannya ketika akan melaksanakan Konser 50 Tahun Bimbo, banyak mendapat kendala karena terbentur dengan izin dari pencipta dan hak master, banyak dari lagu-lagu Bimbo yang tidak terdokumentasi pencipta dan pemegang hak master.

Candra Darusman menyebutkan,  ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk melindungi karya para musisi, yaitu harus ada perbaikan dalam Undang-undang Hak Cipta, karena banyak yang belum terakomodir dalam Undang-Undang tersebut.

Disamping itu lanjutnya, perbaikan administrasi yang terlibat dalam pembuatan karya dan pendaftaran hak cipta, menumbuhkan pemahaman musisi mengenai hak cipta lagu dan transformasi digital, penegakkan hukum terkait dengan pelanggaran hak cipta harus dilakukan secara efektif,untuk mencegah pelanggaran dan menghidupkan arbitrase dan mediasi untuk mengatasi berbagai persoalan ini.

Sebagai pembicara terakhir, Fariz Farrih Izadi menyampaikan, dalam Islam, Kekayaan Intelektual dianggap sebagai harta maknawi dan harta kekayaan yang wajib dihargai dan haram untuk diambil tanpa hak.

“Walaupun sebelumnya tidak ditemukan pembahasan mengenai kekayaan intelektual dalam fikih klasik, namun dengan perkembangan zaman, hari ini Islam sudah mengakuinya sebagai harta kepemilikan. Hal tersebut sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Majma Fiqih Islami, Dr. Wahbah Zuhaili, dan Majelis Ulama Indonesia,” ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua LPPM Unisba, Prof. Dr. Neni Sri Imaniyati, S.H., M.Hum., berharap, melalui webinar  ini masyarakat lebih peduli terhadap hak cipta karya milik orang lain. “Dengan tidak melanggarnya atau memanfaatkannya secara ekonomi tanpa izin dari pemiliknya,”ujarnya.

Lebih lanjut, ia menyebutkan dengan semakin banyak hak cipta diharapkan mampu berkembang ke ekonomi kreatif yang berbasis halal.***

Press ESC to close