(Terbit di Harian Kompas, Kamis/ 10 Maret 2022 dan laman adv.kompas.id)
Sebagai mahluk sosial kita tidak mungkin melepaskan diri dari melakukan hubungan silaturrahmi dengan pihak lain. Rasulullah SAW mengajarkan banyak manfaat silaturrahmi, dari badan sehat, usia panjang, rezeki luas, hubungan baik, hingga mengundang rahmat Allah. Urgensi dan manfaatnya pun Allah terakan di berbagai surah dan ayat dalam Al Qur’anul Karim.
Di jaman super modern yang serba canggih dan sangat cepat dinamika perubahannya, membawa kita semua masuk dalam kancah persaingan di berbagai bidang. Apabila kita tidak cukup tangkas (agile), kuat (robust), dan tangguh (resilient) menanggapi dinamika tersebut, maka akan segera terlibas jaman. Salah satu strategi adaptif terhadap perubahan, adalah bersilaturrahmi dan bergabung dalam komunitas. Cara ini dapat meringankan beban kita dalam merespon dinamika di sekeliling terdekat, atau mengantisipasi dinamika di sekeliling terjauh sekalipun. Berada di dalam komunitas dapat menempatkan kita pada lingkungan yang kondusif untuk capacity building. Kita dapat berkolaborasi dengan setiap mitra yang ada dalam komunitas tersebut, karena sudah terbentuk penyamaan frekuensi dan persepsi. Kini, komunitas dan kolaborasi sudah menjadi unsur prasyarat bagi terbangunnya suatu ekosistem, termasuk dunia pendidikan tinggi, bahkan menurut John C. Maxwell, “collaboration is multiplication.”
Ekosistem pendidikan tinggi ini perlu dibangun bersama-sama oleh semua perguruan tinggi, dengan persepsi dan tujuan yang sama, serta semangat silaturrahmi. Dalam ekosistem ini, semua penyelenggara Pendidikan Tinggi mengemban amanat yang sama sebagaimana disebutkan dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, antara lain mengembangkan Sivitas Akademika yang inovatif, responsif, kreatif, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma. Dalam hubungan ini, heptahelix ecosystem sebagai collaboration framework yang dikembangkan Unisba, meliputi 7 helix institusi yang meliputi Akademik, Pemerintah, IDUKA (Industri, Dunia Usaha, dan Dunia Kerja), Masyarakat, Media, Pemerintah Negara Lain, dan Organisasi Internasional. Semua helix ini memiliki fungsi dan peran strategis bagi Unisba dalam menyediakan media produktif bagi kepentingan mahasiswa, dosen, dan institusi. Dengan cara ini pula, diharapkan Unisba dapat menjadi sub ekosistem yang menjadi positive feeder dan valuable supply chain bagi sub ekosistem lainnya ataupun berkontribusi bagi terbangun kuatnya ekosistem dalam dunia pendidikan tinggi, baik yang diselenggarakan oleh swasta maupun negeri. Pada gilirannya, diharapkan dapat mencapai indikator kualitas dan kemaslahatan dunia Pendidikan tinggi sebagaimana diamanatkan Permendikbud No. 3 Tahun 2020 tentang SN Dikti.
Penguatan dengan semangat silaturrahmi dan kebersamaan dari semua unsur heptahelix menjadi sangat penting, terutama di era disrupsi, misalnya turbulensi pandemi Covid-19 yang berkepanjangan mendorong dunia pendidikan untuk melakukan transformasi kegiatan Tridharma, terutama revolusi dalam aspek pendidikan dan pengajaran. Kolaborasi untuk program MBKM, publikasi, dikjar, ppkm, program studi, dan aspek lainnya dapat menjadi alternatif bentuk kerjasama mutual. Kita pun bisa mencontoh berbagai kerjasama bidang pendidikan yang dilakukan ASEAN untuk meningkatkan daya saing internasional.
Revolusi Industri 4.0 dan Masyarakat 5.0 menjadi penanda esensi penting kerjasama, karena competition makes us faster, but collaboration makes us better. Agar bisa lebih baik dan lebih cepat, bekerjasama menjadi sebuah kebutuhan, yang tentunya dibarengi dengan terus menciptakan value melalui inovasi (membangun aspek kebermanfaatan dengan 3M Unisba: mujahid, mujtahid, dan mujaddid). Insya Allah manfaat dan berkah silaturrahmi akan kita dapatkan. (Dr. Ratna Januarita, S.H., LL.M., M.H. – Wakil Rektor IV Unisba)