(Terbit di Harian Kompas, Kamis/ 7 Aoril 2022 dan laman adv.kompas.id)
Program Kampus Mengajar (KM) adalah salah satu program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang paling relevan dan banyak diikuti oleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Unisba. Program Kampus Mengajar yang digulirkan oleh Kemendikbudristek merupakan program strategis yang bermafaat karena menghadirkan mahasiswa untuk membantu pembelajaran, adaptasi teknologi, administrasi dan manajerial sekolah sebagai bagian dari penguatan pembelajaran literasi dan numerasi di SD/SLTP. Mahasiswa diterjunkan menjadi partner guru dalam mengelola kreativitas dan inovasi di dalam pembelajaran. Harapannya adalah interaksi tersebut menumbuhkan jiwa sosial, kepedulian, kepemimpinan, pemecahan masalah, berpikir kritis, dan soft skills lainnya yang sangat dibutuhkan di masa depan. Hingga tiga angkatan pelaksanaan program Kampus Mengajar sebanyak 122 orang mahasiswa Program Studi PAI dan PG PAUD Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Unisba tercatat sebagai pesertanya .
Perspektif Pendidikan Islam
Semangat merdeka belajar dalam arti menguasai kompetensi dan keterampilan secara lebih luas dan multidisipliner sejalan dengan filosofi “iqra’” .Ayat pertama ini adalah perintah membaca tanpa dibatasi obyek yang harus di baca. Dalam ayat “iqra’ bi ismi Rabbik..,” Allah sengaja tidak menjelaskan objek (maf’ulbih) yang dibaca. Artinya, Allah memberikan kebebasan dan kemerdekaan kepada manusia untuk membaca dan mempelajari apa saja, yang penting proses pembacaan dan pembelajarannya itu dibingkai dengan bi ismi Rabbik, atas nama, dengan motivasi, niat, dan berharap meraih ridha Allah SWT. Jadi, merdeka belajar itu harus bervisi profetik, berbasis tauhid sejati, bukan semata-mata mencari ilmu untuk ilmu, tetapi belajar secara merdeka dalam rangka menghambakan diri kepada Allah SWT. Dengan kata lain, merdeka belajar itu dimaknai dalam kerangka ibadah kepada Allah di satu sisi dan di sisi lain dimaksudkan untuk memakmurkan (‘imarah) kehidupan dan memajukan peradaban kemanusiaan.
Dalam perjalanan Sejarah Pendidikan dan Peradaban Islam, fakta membuktikan bahwa para ulama di masa lampau telah mengamalkan konsep merdeka belajar, sehingga mereka cenderung banyak menguasai bidang keilmuan, tidak monodisiplin. Contohnya al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, al-Ghazali, al-Khawarizmi, Ibn al-Haitsam, Ibn Miskawaih, dan sebagainya. Ibn Sina misalnya, tidak hanya pakar di bidang kedokteran, tetapi juga ia di usia delapan tahun sudah hafal Alquran, kemudian dia menguasai, filsafat, logika, matematika, fikih, bahasa, musik, dan sebagainya.
Implementasi merdeka belajar menghendaki kesamaan sikap, pandangan, dan orientasi. Merdeka belajar diinspirasi oleh tantangan hidup di masa depan yang menuntut penguasaan lebih dari satu disiplin keilmuan dan keterampilan. Merdeka belajar juga sejalan dengan konsep pembelajaran transformatif (Jack Mazirow), konsep pendidikan memerdekakan (Ki Hadjar Dewantara), experimental learning (Carl Rogers), dan Contextual Teaching and Learning (CTL, Elaine B Johnson). Sementara itu, peserta didik didorong memiliki kecenderungan positif untuk melakukan eksplorasi, kolaborasi, dan mencari pengalaman belajar yang baru.
Di Perguruan Tinggi, konsep merdeka belajar diimplementasikan dengan pemberian kebebasan kepada mahasiswa untuk belajar di luar program studinya baik di dalam atau di luar perguruan tinggi. Implementasi merdeka belajar ini, memang perlu political will dari pimpinan kampus untuk memberikan orientasi dan sosialisasi yang tepat, agar peserta didik atau mahasiswa menikmati hak-hak belajarnya dengan fasilitas yang mendukung dan menyukseskan sistem dan pola belajar mereka. Hal tersebut menunjukkan merdeka belajar dapat mengembangkan kesempatan, peluang, tantangan, alternatif dan pengalaman baru dalam rangka mendiversifikasi keilmuan dan keterampilan mahasiswa selain struktur kurikulum yang sudah dipaketkan dalam prodinya.
Merdeka belajar secara konseptual dan faktual merupakan bagian integral dari perjalanan sejarah pendidikan dan peradaban Islam. Pada masa kejayaan peradaban Islam hal ini tercermin pada banyaknya ulama dan ilmuwan yang multi telenta dan multidisiplin ilmu. Tentu, mereka mampu seperti itu bukan semata- mata diinspirasi konsep merdeka belajar dan falsafah iqra’ bi ismi Rabbik, tetapi yang lebih penting lagi adalah ahlak/karakter pembelajar yang kokoh, tangguh, sabar, kreatif, inovatif, dan produktif, sehingga mereka banyak mewariskan legasi keilmuan yang brilian dan menjadi kebanggaan serta rujukan ilmuwan sepanjang zaman. (Dr. H. Aep Saepudin, M.Ag. – Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Unisba)