(Terbit di Harian Kompas, Kamis/ 31 Maret 2022 dan laman adv.kompas.id)
Dakwah merupakan gagasan penegakan amar makruf nahi mungkar, pandangan ini berangkat dari kesadaran mengenai pentingnya aktualisasi nilai-nilai Islam. Secara historis, aktivitas dakwah pada periode awal hanya mengandalkan orasi verbalistik dengan teladan yang baik (Uswah al-Hasanah), tetapi pada perkembangan selanjutnya dakwah harus dilakukan dalam bentuk pendampingan, bimbingan dan peran serta dalam kegiatan karena dakwah erat kaitannya dengan aktivitas sosial keagamaan. Dijelaskan dalam Alquran surat An-Nahl bahwa bentuk metode dakwah terdapat 3 macam yakni Al-Hikmah (kebijaksanaan), Mauidzah Hasanah (nasehat-nasehat yang baik) dan Mujaddalah (perdebatan dengan cara yang baik).Tetapi, tentu beda masa beda pula treatment yang dilakukan, dinamika dan perkembangan metode dakwah telah mengalami perkembangan. Lahirlah istilah dakwah transformatif sebagai sebuah alternatif dari gagasan modernisasi dan pembangunan (developmentalism ), transformation (Bahasa Inggris) yang berarti “perubahan” atau “menjadi”. Dengan bentuk dakwah yang tidak hanya mengandalkan verbal (konvensional), tetapi menginternalisasikan pesan-pesan keagamaan ke dalam kehidupan riil masyarakat. Disamping aktivitas yang sifatnya dinamis dalam merespon berbagai permasalahan kehidupan masyarakat. Karena keberadaan dakwah harus mampu memberikan jawaban terhadap setiap perubahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Adapun karakter yang melekat pada dakwah transformatif yaitu:
- Kontekstual, yakni Islam dipahami sebagai ajaran yang terkait dengan konteks waktu dan tempat. Dimensi waktu dan perbedaan area menjadi sebuah kunci untuk kerja-kerja penafsiran dan ijtihad.
- Toleran, berkaitan dengan point sebelumnya bahwa ketika dakwah Islam dilakukan dengan ijtihad maka diperlukan tanggung jawab. Maka, sikap ini akan melahirkan toleransi atau saling menghargai dalam penafsiran Islam.
- Menghargai kearifa local /tradisi, artinya Islam tetap menghargai yang sudah lama dibangun terdahulu, tetapi menjadi sebuah sarana vitalisasi nilai-nilai Islam.
- Progresif, yakni perubahan praktik keagaman dengan memberikan penjelasan bahwa Islam menerima aspek progresif dari ajaran dan realitas yang dihadapinya.
Sebagai upaya dalam menstransformasikan atau mengubah kearah yang lebih baik nilai-nilai normatif ajaran agama, dalam aspek kehidupan bermasyarakat dengan mengdepankan kontekstualitas ajaran agama, toleran, progresif, menghargai kearifan local. Sehingga Islam tidak lagi dipandang secara tunggal, melainkan majemuk. Bukan dilihat dari hanya satu sisi saja, tetapi bisa dilihat dan dikorelasikan dengan banyak hal. Berdasarkan formasi dakwah transformatif tersebut, maka dakwah diharapkan dapat membawa pencerahan yang memiliki semangat transformatif dan dapat dijadikan landasan untuk mewujudkan trilogi dakwah. Mulai dari pembentukan, restorasi dan pemeliharaan serta perubahan masyarakat yang Islami, sebagai sebuah proses dakwah sosial yang menuju tatanan masyarakat ideal. Apabila dakwah transformatif berjalan dengan baik, maka dakwah akan berfungsi sebagai alat dinamisator dan katalisator atu filter terhadap berbagai dampak perubahan yang terjadi dalam masyarakat.Tetapi Kehidupan masyarakat yang kompleks menuntut adanya ruang gerak aktivitas dakwah yang leih fleksibel. Kemajuan zaman, bukan sebagai ancaman. Tetapi justru dilihat sebagai pemicu untuk melakukan respons positif kreatif dan inovatif. Proses terjadinya digitalisasi, teknologi dan informasi merupakan momentum dan kesempatan penting untuk memanfaatkan segala bentuk perkembagan zaman di dunia digital, termasuk dalam proses melakukan kegiatan berdakwah melalui media digital. Proses digitalisasi media memegang peranan penting dalam langkah perkembangan dan pertumbuhan kehidupan manusia. Tak dapat dipungkiri bahwa proses digitalisasi saat ini menjadi hal yang paling fundamental dan penting untuk dijaga dan dirawat termasuk dalam proses berdakwah dengan meningkatkan kapasitas, kompetensi, dan keterampilan dalam membuat konten-konten dakwah Islam melalui media digital. Generasi milenial yang bergantung pada teknologi dan masif menggunakan laptop, iPad, smartphone, TV, dan lain sebagainya. Setiap hari menjadikan media sosial sebagai bagian sangat penting dalam koneksi sosial. Mereka lebih banyak meghabiskan waktunya dalam sehari bersama perangkat teknologi digital dan beragam aplikasi dibanding dengan teman atau keluarganya. Hal inilah yang dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan dakwah melalui media sosial, seperti facebook, twitter, whatsApp, Instagram atau telegram. Konten dakwah generasi milenial harus banyak unsur virtualnya, misalnya, quote, meme, komik skrip, infografis, dan video seiring dengan tren vlog. Kini media sosial digunakan oleh sebagian besar pengguna muda untuk menonton video dibandingkan untuk bersosialisasi. Dengan begitu, sebagai peluang bagi portal media dakwah Islam harus menyajikan dakwah dalam bentuk yang menarik. Disinilah peran penting dan tepat guna mendalami bidang Komunikasi Penyiaran Islam sebagai salah satu Prodi Fakultas Dakwah Unisba di era digital sekarang. Selain itu, diperlukan juga pengembangannya pada bidang pengelolaan/ manajemen kedakwahan. Sehingga kondusif untuk mencapai tujuan dalam aktualisasi nilai-nilai Islam di masyarakat. Karena “Dakwah akan lebih menarik melalui media sosial tetapi juga berpedoman pada konsep Islam Rahmatan Lil Alamin.” (Ida Afidah, Dekan Fakultas Dakwah Unisba)