(Terbit di Harian Kompas, Kamis/27 Januari 2022 dan laman adv.kompas.id)
Apabila diibaratkan sungai, seorang calon apoteker harus mempelajari obat mulai dari hulu sampai ke hilir. Di hulu dipelajari bagaimana suatu bahan dapat dijadikan obat. Bahan tersebut dievaluasi khasiat, keamanan dan karakteristiknya. Karakteristik bahan obat sangat penting karena menentukan kualitasnya. Dari karakteristik dapat ditentukan kepastian identitas bahan. Jika karakteristik bahan tidak jelas, maka dosisnya menjadi tidak jelas. Hal ini berdampak pada tidak jelasnya khasiat dan kemananan. Jika bahan tersebut telah memenuhi ketiga persyaratan di atas, maka dilakukan optimasi. Dengan optimasi maka suatu bahan obat dibuat menjadi suatu bentuk sediaan dengan tujuan mengoptimalkan khasiat yang diterima serta untuk meningkatkan penerimaan pasien. Dalam proses optimasi, misalnya di industri farmasi, apoteker harus menjamin agar kualitas bahan tetap terjaga.
Bergerak makin ke hilir, terdapat interaksi dengan disiplin ilmu kedokteran. Dalam ilmu kedokteran dipelajari bagaimana mendiagnosa penyakit pada pasien. Berdasarkan diagnosa tersebut ditetapkan terapi yang paling tepat untuk pasien. Salah satu di antara pilihan terapi adalah dengan menggunakan obat. Jika pilihan ini yang ditetapkan, maka, apoteker memegang kontribusi yang signifikan dalam terapi.
Dalam bidang pelayanan, apoteker berperan mulai dari perencanaan obat yang harus disediakan di suatu fasilitas pelayanan kesehatan serta pengadaan obat dari sumber yang menjamin kulitas obat tersebut. Obat yang telah diterima dari sumber pengadaan harus disimpan sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan agar kualitasnya tetap terjaga. Apoteker harus menjamin bahwa obat yang tersedia senantiasa terjaga kualitasnya saat sampai ke tangan staf medis atau pasien.
Interaksi antara dokter dan apoteker terjalin melalui “resep dokter”. Kontribusi seorang apoteker adalah mulai dari menganalisa resep (ketepatan pilihan obat untuk kondisi pasien, ketersediaannya atau padanannya jika merek dagang yang dimaksud tidak tersedia, sampai analisa kemungkinan terjadinya interaksi yang merugikan jika yang diresepkan lebih dari satu). Apoteker berkewajiban menyerahkan obat tersebut kepada pasien disertai dengan informasi yang tepat dan jelas serta penyampaian obat yang terjamin kualitasnya.
Tugas apoteker tidak selesai setelah obat diterima pasien. Apoteker bertanggung jawab untuk menjalankan asuhan kefarmasian. Peran ini sangat terasa dalam pelayanan di rumah sakit. Apoteker berkewajiban memantau pasien selama dan setelah menggunakan obat selama terapi. Kepada pasien harus dilakukan pemantauan apakah obat tersebut memberikan hasil terapi yang memuaskan, apakah muncul efek merugikan serta tindakan yang harus dilakukan jika efek merugikan tersebut muncul. Apoteker bertanggung jawab pada jaminan kualitas, baik pada produk obatnya, juga apakah obat tersebut telah diberikan kepada pasien yang tepat. Apoteker bertanggungjawab dalam memberikan jaminan bahwa obat yang sampai ke tangan pengguna adalah obat yang berkualitas, serta tersampaikan pada pihak yang tepat, suatu peran yang tidak dapat digantikan oleh profesi lain. (Dr. apt. Suwendar, M.Si., Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker FMIPA Unisba)