KOMHUMAS-Pusat Kajian Islam dan Kemasyarakatan (Puskaji) di bawah Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unisba bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelanggarakan Kuliah Umum dengan tema “Pendidikan Anti Korupsi dalam Perspektif Islam” yang dilaksanakan secara virtual melalui Zoom Meeting, Kamis (24/11/2022).
Kajian ini dilaksanakan untuk membahas mengenai Pendidikan anti Korupsi dalam perspektif Hukum Islam, juga dibahas di dalamnya peran Perguruan Tinggi untuk ikut berkontribusi dalam pencegahan korupsi, serta partisipasi masyarakat dalam menanggulangi arus tindak pidana korupsi yang saat ini masih marak dilakukan di Indonesia.
Sementara itu, tujuan dilaksanakannya kuliah umum ini adalah untuk membangun kesadaran akademisi, dalam hal ini dosen dan mahasiswa, agar dapat berpartisipasi aktif dalam pencegahan tindak pidana korupsi. Tujuan lainnya ialah untuk memahami sudut pandang Islam tentang korupsi, budaya koruptif, dan Langkah-langkah preventif yang terdapat pada ajaran Islam untuk menghapuskan Tindakan tersebut.
Ketua LPPM Unisba, Neni Sri Imaniyati, dalam sambutannya menyebutkan, bahwa Unisba sebagai Perguruan Tinggi yang memiliki moto 3M (Mujahid – Pejuang, Mujtahid – Peneliti, dan Mujaddid – Pembaharu) sudah banyak melakukan upaya-upaya penaggulangan korupsi, antara lain dalam tri dharma perguruan tinggi. “Terdapat beberapa penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa Unisba dengan tema Korupsi. Hal ini dilakukan untuk membangun kesadaran masyarakat, juga untuk melakukan terobosan baru dalam system pemberantasan korupsi di gegeri ini,” ujarnya.
Narasumber yang hadir dalam webinar kali ini ialah Dr. Ir. Wawan Wardiana, M.T., Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Dr. Ade Mahmud, S.H., M.H., Ketua Program Studi Sarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unisba.
Wawan menyampaikan, saat ini Indonesia mendapat nilai 38 pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Skor IPK tinggi menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki resiko kejadian korupsi yang rendah, sebaliknya skor IPK rendah menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki resiko korupsi yang tinggi. “Artinya Indonesia dikategorikan sebagai negara yang memiliki resiko korupsi tinggi, berbanding jauh dengan Singapura yang mendapat skor IPK 85,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan survey yang dilakukan oleh Global Corruption Barometer, bahwa 30% dari pengguna layanan public memberikan bayaran kepada pejabat public untuk layanan di Kepolisian, Dukcapil dan Sekolah. Alasan mereka memberikan bayaran adalah karena diminta sebanyak 25%, ditawari agar pelayanan lebih cepat 21%, tidak diminta tapi diharapkan memberi sebanyak 17%, dan tidak diminta tapi sebagai “ucapan” terima kasih sebanyak 33%. “Budaya seperti ini yang membuat korupsi semakin sulit untuk dihapuskan, karena masyarakat ikut andil untuk melanggengkan Tindakan korup,” katanya.
Wawan menambahkan, pemberantasan korupsi dilakukan dengan strategi yang matang agar dapat dilakukan secara efektif. Di antaranya dengan edukasi untuk membangun nilai, Langkah preventif dengan memperbaiki sistem sehingga tertutup celah untuk korupsi, dan penindakan untuk membuat efek jera. Namun ia menyampaikan bahwa ketiga Langkah tersebut harus didukung oleh partisipasi masyarakat.
Perguruan Tinggi juga dapat berpartisipasi dalam pencegahan korupsi dengan menyelenggarakan Pendidikan anti korupsi sebagai mata kuliah atau terintegrasi di mata kuliah relevan, pembangunan integritas ekosistem Pendidikan yang mendukung habituasi, keteladanan, dan pengalaman integritas, dan peran aktif dalam gerakan antikorupsi melalui Tridharma perguruan Tinggi.
Ade dalam pemaparannya menyampaikan bahwa penyebab terjadinya korupsi dan pungli di negeri ini ialah lemahnya iman dan gaya hidup yang mewah. Ia mengutip ayat Al-Qur’an Surat Annisa Ayat 29. ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil’. “Dalam Islam, haram hukumnya seseorang mengambil harta dengan cara yang batil, di antaranya hasil korupsi, suap, dan pungutan liar,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa budaya koruptif diawali dari hal-hal yang kecil, kemudian dipupuk sehingga semakin membesar dan menjadi kebiasaan. “Maka, perlu untuk meningkatkan integritas, kejujuran, dan amanah, dengan memperkuat nilai-nilai Islam di dalam diri. Jika sebuah masyarakat sudah beriman, bertakwa, dan jujur maka Allah SWT akan membukakan pintu-pintu keberkahan bagi negeri tersebut,” terangnya.
Korupsi memiliki dampak yang sangat signifikan bagi sebuah bangsa, karena korupsi dapat menyebabkan pelanggaran HAM, merusak demokrasi, merusak pasar, harga dan persaingan usaha yang sehat. Setiap individu masyarakat mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk mencegah dan membasmi praktek korupsi.***