KOMINPRO – Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di perguruan tinggi belum diberdayakan secara maksimal. Padahal HAKI yang dikelola secara professional dapat berfungsi sebagai income generating institusi perguruan tinggi.
Demikian disampaikan Guru Besar HKI Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Prof. Dr. Rahmi. Jened. SH., MH, saat menyampaikan materi, “Pengelolaan aset kekayaan intelektual di perguruan tinggi” dalam seminar bertajuk “Paten sebagai Embrio Inovasi Perguruan Tinggi” yang diselelnggarakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Islam Bandung, di Aula Unisba, Rabu (13/2).
“Perguruan Tinggi perlu memaksimalkan potensi HKI dan mendaftarkan untuk perolehan paten, PVT, merek, desain industri, DTLST, dan melakukan pemeliharaan atas haknya,” jelasnya.
Dia menambahkan, diperlukan kebijakan pemerintah yang dapat mengatur bahwa pendaftaran paten harus dilakukan secara simultan dengan publikasi di jurnal ataupun uji klinik.
Kegiatan yang dibuka oleh Ketua Penyelenggara, Kepala Pusat Studi HAKI dan Inovasi LPPM Unisba, Tati Ramli, SH., MH., ini menghadirkan narasumber Prof. Dr. Rahmi. Jened. SH., MH, Guru Besar HKI Fakultas Hukum (Universitas Airlangga) dan Dra. Dede Mia Yusanti, M. L. S, Direktur Paten, DTLST dan Rahasia Dagang DJKI. Seminar ini merupakan salah satu upaya LPPM untuk mendorong dan memotivasi dosen dalam mewujudkan tridharma perguruan tinggi, yaitu dengan menciptakan inovasi melalui hasil penelitian.
Dalam sambutannya Tati mengatakan, goal dari Unisba di tahun 2025 adalah menjadi research university yang paradigmanya bergerak berdasarkan pengetahuan dan kemudian dikembangkan menjadi produk atau inovasi. Dia berharap keberadaan Unisba ke depannya bisa lebih bersinergi dengan masyarakat dan dapat membangun kerja sama yang lebih luas dengan dunia industri.
“Mudah-mudahan dengan adanya inovasi, semua hasil penelitian dan PKM tidak hanya menjadi bahan bacaan atau hasil penelitian yang tersimpan, tapi bisa diwujudkan menjadi inovasi yang Insha Allah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat,” katanya.
Semetara itu, pada paparannya Dra. Dede Mia Yusanti, M. L. S mengatakan tingkat kemajuan suatu negara salah satunya ditunjukkan dengan kemampuannya dalam menghasilkan inovasi yang bermanfaat. Dia menambahkan, perkembangan teknologi dalam berbagai bidang kini tumbuh semakin pesat sehingga diperlukan peningkatan perlindungan bagi inventor dan pemegang paten.
“Jumlah permohonan paten di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Perguruan tinggi negeri maupun swasta sekarang saling berlomba untuk menghasilkan produk paten,” katanya. Tahun 2017 jumlah paten di Indonesia mencapai 9.877 dan tahun 2018 jumlah paten meningkat hingga 11.300.
Menurutnya perlindungan paten sangat penting bagi inventor dan pemegang paten karena dapat memotivasi inventor untuk meningkatkan hasil karya, baik secara kuantitas maupun kualitas untuk mendorong kesejahteraan bangsa dan negara serta menciptakan iklim usaha yang sehat.
Direktur Paten, DTLST dan Rahasia Dagang DJKI ini membagi kiat sukses dalam memperoleh hak paten. Dia memaparkan hal-hal terkait jenis, persyaratan pengajuan, mekanisme pengajuan sampai strategi penelitian untu menghasilkan hak paten.
“Jangan melakukan pekerjaan sia-sia yang pernah dilakukan orang lain. Gunakan publikasi paten sebagai sumber referensi utama. Pastikn bahwa invensi yang diajukan sudah dituangkan dalam deskripsi yang benar, memadai, dan melindungi invensi secara optimal,”jelasnya.(Feari/Sari)