Jangan Jadikan Shalat sebagai Pencitraan

HUMAS-Shalat yang berkualitas adalah shalat yang memenuhi syarat dan rukunnya, ikhlas melakukannya dan khusyu dalam menjalankannya. Shalat yang demikian akan memberi dampak positif dan mampu mencegah perbuatan keji dan munkar si pelaku. Sebaliknya jika seseorang shalat hanya bertujuan untuk pencitraan, maka urusannya dengan Allah dan tanpa disadari orang tersebut sudah melakukan perbuatan syirik samar (khofi).

Demikian disampaikan Ketua Badan Pengurus Yayasan Unisba yang juga Ketua MUI Kota Bandung, Prof.Dr. KH. Miftah Faridl ketika memberikan ceramah dalam Pengajian Umum Rutin (Bulanan) yang diselenggarakan Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Kepribadian (LSIPK) Unisba, di Masjid Al-Asy’Ari Unisba, Rabu (21/3). Tema yang dibahas dalam pengajian kali ini, “Shalat dan Implementasinya dalam Kehidupan”. Selain Rektor Prof.Dr. H. Edi Setiadi,SH.,MH. dan  sivitas akademika Unisba lainnya, pengajian ini juga dihadiri masyarakat sekitar kampus, Jl. Tamansari.

“Semakin khusyu dalam sholatnya, maka semakin hilang kegelisahan, shalat juga bisa menjadi obat spiritual,” kata Prof. Miftah.

Khusyu, lanjutnya, bukan berarti tidak mendengar atau tidak ingat apa-apa ketika shalat. Khusyu merupakan sikap bathin yang sepenuhnya merasakan kehadiran Allah di hadapannya manakala dirinya sedang shalat.

“Kalo sedang sholat, tidak mendengar apa-apa, itu torek (tuli) namanya, dan kalo tidak ingat-apa-apa, pingsan namanya,” kata Prof. Miftah yang disambut gelak tawa hadirin.

Shalat juga menunjukkan konsep kepemimpinan. Dalam shalat berjamaah, misalnya, konsekuensi dari memililih imam adalah taat dan patuh. Saat Imam ruku, sujud, makmum harus mengikuti. Bila Imam keliru bacaan shalat atau keliru jumlah rakaat, maka ucapkan “subhanallah“. “Itu menunjukkan bahwa dalam kehidupan sehari-haru, taatilah pemimpin, bila ada koreksi, ajaklah ke tempat yang sunyi dan sampaikan. Bukan menyampaikannya di depan orang banyak,” papar Prof. Miftah.

Beliau juga mengingatkan, shalat merupakan sebuah kewajiban karenanya jangan sekali-kali ditinggalkan. Sesulit apapun dan seberat apapun kondisinya, tetap harus dilakukakan. Dalam hal ini Allah Swt. memberikan keringanan, saat sakit, shalatlah dalam kondisi duduk, bila sulit duduk, maka  sambil berbaring, bahkan bila itu pun masih sulit,  shalatlah dengan anggukan dan gerakan mata (isyarat).

Shalat fardlu sebaiknya dilakukan di awal waktu secara berjamaah. Bagi laki-laki sebaiknya dilakukan di masjid, sedangkan bagi wanita, di rumah (berjamaah) atau di musholla/masjid. Prof. Miftah menambahkan, melakukan shalat di awal waktu menunjukkan bahwa umat Islam harus disiplin dalan melakukan kewajibannya. (Fuad/Sari)

 

 

Press ESC to close