Cerita Dokter Lulusan Unisba, Mengabdi di Daerah Terpencil Kalbar Paling Utara

KOMHUMAS-Dedikasi seorang dokter setelah lulus dari jenjang pendidikan maupun saat akan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi untuk mengabdi kepada masyarakat merupakan salah satu amanat. Terkhusus di daerah yang yang masyarakatnya kekurangan akan tenaga maupun fasilitas kesehatan.

Adalah dr. Praluki Herliawan, lulusan Fakultas Kedokteran (FK) Unisba angkatan 2013 yang lulus sebagai dokter pada tahun 2019 yang mengabdikan dirinya untuk memberikan pelayanan kesehatan diwilayah terpencil diujung utara Provinsi Kalimatan Barat (Kalbar) yakni di Puskesmas Puring Kencana Kabupaten Kapuas Hulu. Wilayah ini berbatasan langsung dengan D.O. Lubok Antu Karesidenan Sri Aman Sarawak Malaysia disebelah utara.\

dr. Luki sapaan akrabnya yang berasal dari Kota Bandung, dikontrak oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas Hulu selama satu tahun untuk bertugas di Puskesmas Puring Kencana yang dimulai sejak 5 Januari 2022 hingga 5 Januari 2023. Ia sebelumnya pernah bekerja di Rumah Sakit Santosa Bandung Kopo.

Selama melakukan pengabdian beberapa bulan, pengalaman yang berkesan baik suka maupun duka ia alami. Termasuk harus rela menjalani hubungan jarak jauh dengan istrin dan anaknya yang tinggal di Kota Bandung.
dr. Luki menceritakan, akses jalan yang dilalui untuk mencapai tempatnya mengabdi sangat ekstrim. Jarak yang ditempuh dari Kota Pontianak ke tempatnya mengabdi kurang lebih 415 km.

“Dari Pontianak ada dua pilihan jalan ke ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, Putussibau yakni jalur darat kurang lebih ditempuh lebih 24 jam dan jalur udara menggunakan pesawat, tapi penerbangannya seminggu hanya tiga kali. Dari Putussibau ke tempat saya mengabdi itu kurang lebih delapan jam dengan aksesnya empat jam jalan bagus dan empat jamnya lagi jalannya jelek karena jalannya berbatu serta harus melalui sungai, jadi mobil harus masuk sungai. Kalau sungainya lagi pasang habis hujan, kita ngga bisa lewat situ,” tuturnya.


Ia menambahkan, akses jalan di Kecamatan Puring Kencana masih kurang memadai yakni masih berlumpur kuning dan berbatu sehingga membatasi ruang pergerakan jika terdapat pasien yang harus dibawa ke RSUD terdekat yang bisa memakan waktu hingga delapan jam.
Tantangan lain yang hadapinya adalah akses listrik masih mengandalkan pada Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH). Bahkan menurutnya, jika tiga atau empat hari turun hujan, maka dipastikan adanya pemadaman listrik.

Sinyal pun kata dr. Luki tidak luput dari masalah koneksi internet. Hanya sinyal 2G saja yang bisa ditangkap sehingga untuk berkomunikasi dengan keluarga via telefon hanya bisa melalui sambungan telefon biasa saja. Namun menurutnya, Puskesmas tempatnya bertugas termasuk Kantor Desa dan Sekolah Dasar sudah memperoleh bantuan Wifi dari Kemenkominfo.

dr. Luki pun menyampaikan pengalaman paling berkesan lainnya yakni ketika ia membantu persalinan normal jam empat pagi saat kondisi mati lampu karena tidak adanya pasokan listrik. Ia dan salah satu bidan di Puskesmas dibantu oleh panel surya yang bisa dipergunakan seadanya ketika terdapat pasien gawat darurat. Ibu dan bayinya pun bisa diselamatkan dan sehat.

Ia melanjutkan, pernah juga menangani pasien yang infeksi sistemik dan kehabisan antibiotik sehingga mengakibatkan pasiennya meninggal dunia. Dalam melakukan benah minor jika terdapat benjolan pada pasien, ia pun melakukannya sendiri. “Misal ada benjolan-benjolan seperti dipunggung atau dimanapun saya kerjakan karena kasian jika pasiennya harus menempuh delapan jam ke kota,”ungkapnya.

dr. Luki juga bercerita, ketersediaan air bersih dilingkungannya sangat sulit. Menurutnya, air bersih yang diperolehnya merupakan hasil tampungan dalam seminggu atau bersumber dari air hujan.
Pengalaman-pengalaman menyenangkan pun ia rasakan selama mengabdi diwilayah tersebut yang membuatnya betah dan tidak pernah muncul sedikit pun rasa penyesalan.
“Disini komunitas kecil, dengan kurang lebih 2550 masyarakat dan di Kecamatan ini hanya terdapat enam Desa. Masyarkat pun menjadi kenal karena menjadi dokter satu-satunya. Selain itu karena kalau ada orang sakit dan dirawat, jadi bisa memantau kondisinya apakah membaik atau memburuk,” ujarnya.
Jarak ke perbatasan Malaysia yang dekat dan bisa ditempuh selama kurang lebih 20 menit menggunakan motor, membuat pasien-pasien yang ditanganinya bukan hanya warga sekitar saja tapi juga warga Malaysia yang membutuhkan penanganan medis. Harapannya, pelayanan fasilitas kesehatan diwilayah ini dapat menjadi lebih baik karena menjadi wajah negara.
Ia yang aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa-Fakutas FK Unisba di departemen Kajian Strategi semasa kuliah ini berpesan kepada dokter-dokter muda yang baru selesai menempuh studi khususnya lulusan FK Unisba, untuk menumbuhkan kesadaran mengabdi.
“Menurut saya, status jadi dokter umum jangan terfikirkan hanya kerja di rumah sakit yang menangani pasien saja. Kadang kita juga lupa kalau ada daerah di Indonesia yang fasilitas kesehatannya itu menyedihkan dan peran dokter itu bukan hanya sebagai kurator yang menyembuhkan orang saja, tapi dengan mengabdi ke daerah terpencil berperan juga sebagai community leader atau tokoh masyarakat. Jadi jangan sampai terlena dengan zona nyaman kerja di kota, tapil diperlebar zona nyamannya sampai ke tempat seperti ini,” tutupnya.***

Press ESC to close