Griya Ilmu – Transformasi Pendidikan, Transformasi Pembangunan

(Terbit di Harian Kompas, Kamis/ 21 April 2022 dan laman adv.kompas.id)

Dua tahun terakhir ditandai dengan lompatan besar pada dunia pendidikan. Pandemik “memaksa” disrupsi dunia pendidikan. Jika semula disrupsi adalah jargon penting namun sulit diimplementasikan pada institusi pendidikan maka pandemik memaksa lompatan tinggi yang tidak diduga secepat itu terjadi. Studi yang dilakukan McKinsey & Company (2020) mengindikasikan transformasi penting dalam kehidupan manusia. Orang dipaksa tinggal di rumah, beraktivitas dari rumah termasuk belajar.

Bagi sekelompok masyarakat belajar dan bekerja dari rumah merupakan kemewahan karena ketersediaan fasilitas penunjang yang memadai, namun bagi sebagian kelompok yang lain belajar di rumah menjadi “siksaan” karena keterbatasan akses teknologi informasi termasuk sarana prasarana penunjang. Tidak sedikit sekelompok pelajar dan guru/dosen justru mengalami tekanan karena tidak terdapat “supporting system”. Transformasi digital di sektor pendidikan masih menyisakan persoalan ketersediaan dan keterjangkauan sarana prasarana (sarpras) infrastruktur digital di negara sedang berkembang. Lompatan tinggi harus didukung sarpras dasar. Akses terhadap infrastruktur tersebut juga tetap harus ditopang oleh peningkatan pendapatan perkapita. Sebaliknya, infrastruktur digital juga diperlukan untuk memudahkan akses pendapatan perkapita untuk memastikan masyarakat mampu mengakses kebutuhannya.

Studi yang dilakukan oleh Sebayang & Asri N.D. (2021) menemukan bahwa dari sudut pandang mahasiswa permasalahan terbesar yang dihadapi bukan masalah ekonomi namun pada proses pembelajaran yakni tekanan untuk memahami materi yang disampaikan dalam jaringan. Temuan ini menegaskan bahwa transformasi pendidikan dengan basis daring masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah karena sikap bertanggung jawab terhadap diri sendiri, disiplin, suasana di lingkungan tempat tinggal tidak kondusif, serta hal-hal terkait etika. Potensi perilaku menyontek (cheating) juga menjadi tantangan besar dalam membentuk kapasitas sumber daya insani. King (2009) telah melakukan uji bahwa kesempatan mencontek pada ujian daring dinyatakan lebih mudah oleh lebih dari 70 persen mahasiswa. Karenanya proses pendidikan harus bergeser kepada project base learning untuk mengasah kemampuan mahasiswa dalam menerapkan berbagai teori yang dipelajari.

Adaptasi dan Moral

Lompatan transformasi dapat dilewati ketika timbul kesadaran pada berbagai pemangku kepentingan. Jika tidak, kita akan dapati banyak gelar yang tidak mengandung makna, tidak menciptakan produktivitas bagi sekelilingnya terutama bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi. Sejatinya sumber daya insani adalah bagian dari faktor produksi, mendorong semua sumber daya pada kondisi optimal untuk menciptakan banyak manfaat bagi sekitarnya. Tahun 2021 Ekonomi Indonesia mampu tumbuh 3,69 persen (BPS, 2022) yang menunjukkan bahwa geliat ekonomi kembali terjadi.

Salah satu kunci mencapai pertumbuhan berkelanjutan tersebut adalah sumber daya insani yang adaptif terhadap perubahan. Manusia dilahirkan dengan kemampuan olah insting dan pikir yang luar biasa. Situasi sesulit apapun akan diikuti dengan manifestasi adaptasi yang disertai kesadaran baik sengaja dan tidak sengaja. Institusi pendidikan dituntut melahirkan perilaku adaptif, tidak kaku, dan siap melakukan lompatan inovasi, serta menjaga moral bukan hanya sekedar penghasil lembar ijazah.

Penyesuaian diri telah terjadi. Semua pihak saling belajar untuk memahami nilai-nilai yang harus dicapai sehingga proses menciptakan produktivitas dan outcome pendidikan tercapai. Kemampuan manusia beradaptasi dan mencari peluang baru dalam upaya menghasilkan kapasitas terbaiknya ternyata mampu mengalahkan berbagai keterbatasan. Konstruksi nilai positif dan produktif harus menjadi gaya hidup baik ketika hadir secara fisik atau tidak. Terdapat sejumlah catatan dalam transformasi ini agar sejalan dengan tujuan pembangunan dalam mewujudkan kesejahteraan manusia yakni; produktif tanpa kontak fisik, inovasi tanpa henti, dan belajar memanfaatkan lalu lintas ilmu pengetahuan pada dunia virtual. Pada saatnya kapasitas teknis yang mumpuni harus disertai kecerdasan emosional yang diisi oleh rasa kemanusian, tidak egois, empati, peka terhadap lingkungan sekitarnya serta berbagai softskill yang tampak pada interaksi di dunia nyata dan maya. Pengetahuan teoritis tetap harus dikuasai ditambah dengan wujud baik, berkontribusi positif terhadap peradaban manusia. Pada akhirnya negeri ini akan berseru, kami menang! (Asnita Frida Sebayang, Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakulats Ekonomi & Bisnis Unisba)



Press ESC to close