Griya Ilmu – Era Digital ; Ancaman Terhadap Psikologi Anak dan Remaja?

(Terbit di Harian Kompas, Kamis/ 17 Maret 2022 dan laman adv.kompas.id)

Perkembangan dunia digital semakin tidak terbendung. Hasil survey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2019-2020 menemukan, 91%  penetrasi internet terjadi pada usia 15-19 tahun dan usia 20-24 tahun (88,5 %).  51,5 %  mengakses internet membuka media sosial. Generasi Z dan generasi milenial tidak hanya mendominasi populasi penduduk Indonesia, tetapi menjadi kelompok paling dominan memanfaatkan teknologi internet.

Perkembangan pesat era digital ini, tidak hanya memberikan pengaruh positif, tetapi berdampak negatif terhadap tumbuh kembang psikologis generasi Z dan generasi milenial. Terdapat lima jenis gangguan psikologis,terjadi akibat dari perkembangan internet, yaitu;

Antisosial

Berger (2003:302) adalah sikap dan perilaku yang tidak mempertimbangkan penilaian dan keberadaan orang lain. Di dunia psikologis, antisosial disebut sebagai sociopath, individu dengan gangguan kepribadian ini biasanya memberikan tampilan “dingin” dan penyendiri. Antisosial era digital merupakan gangguan kepribadian yang cenderung menghindari hubungan dengan orang lain. Mereka lebih senang, nyaman dan aman jika menyendiri dan hanya menjalin komunikasi dengan pihak lain melalui dunia maya. Dalam jangka panjang mereka tidak memiliki kepercayaan diri, selalu merasa cemas jika berada di lingkungan nyata. Mereka mengabaikan norma dan konvensi sosial, impulsif, serta gagal dalam membina hubungan interpersonal.

Anorexia dan Bulimia Nervosa

Media sosial yang diakses setiap generasi Z dan milenial, seringkali menampilkan body shaming yang memberikan pengaruh psikologis dan pandangan bentuk tubuh ideal. Hal ini berpengaruh terhadap pola makan, sehingga mereka mengalami gangguan anorexia nervosa dan bulimian nervosa.

Dalam DSM-IV disebutkan anorexia nervosa merupakan keengganan untuk menetapkan berat badan normal, penyimpangan pandangan terhadap tubuh, ketakutan ekstrim menjadi gemuk, dan perilaku makan yang sangat terganggu. Sedangkan bulimia nervosa merupakan perilaku makan dalam jumlah besar, sering dan berulang-ulang, kemudian mencoba memuntahkannya Kembali (National Institute of Mental Health (NIMH), 2007).

Megalomania

Gangguan kejiwaan lain pengguna internet adalah megalomania. Dalam kamus Cambridge, megalomania didefinisikan sebagai seseorang memiliki keinginan kuat namun tidak lazim terhadap kontrol dan kekuasaan, atau berpikir mereka lebih penting atau berkuasa dibandingkan kenyataannya. Dalam DSM-V, ini termasuk gangguan kepribadian narsistik, seseorang selalu membutuhkan rasa ingin dikagumi orang lain, namun kurang memiliki empati.

Di media sosila meeka menyatakan eksistensi dirinya demi mendapat perhatian dan rasa kagum dari orang lain. Perilaku ini juga menyebabkan seseorang cenderung meremehkan lingkungan sekitar, merendahkan orang lain, bahkan membully hingga mencelakai orang lain demi mendapatkan pengakuan dan rasa kagum atau hormat.  

Nomophobia

Nomophobia atau no mobile phone kondisi ketakutan diakibatkan jauh dari jangkauan smartphone. Nomophobia merupakan gejala psikologis ditunjukan dengan rasa ketakutan karena tidak bisa mengakses internet atau menjalin komunikasi di media sosial. King (2014) menyebut nomophobia sebagai ketakutan zaman modern, seseorang cemas karena tidak bisa berkomunikasi melalui smartphone.

Internet Gaming Disorder

Internet menyediiakan beragam game yang dapat dimainkan sendiri dan secara bersama (multi player). Internet gaming menyebabkan seseorang menjadi adiksi yaitu bentuk keterikatan mendalam terhadap suatu objek dan memengaruhi kognitif, emosi, dan perilaku yang menyebabkan kerusakan signifikan dalam area berbeda dalam kehidupan nyata mereka. Adiksi game online menyebabkan gangguan kesehatan dan kehidupan sosialnya.

Dari Kompas.com, seorang anak SD di Magetan bolos sekolah selama empat bulan akibat adiksi game online. Kasus ini contoh, bagaimana adiksi game menyebabkan kerusakan terhadap mental.

Di RSJ Jabar,  rata-rata setiap bulan ada 10 pasien yang ditangani dengan rata-rata usia remaja antara 15-17 tahun. Menjawab tantangan tersebut, Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung, telah menyiapkan lulusannya untuk bisa trampil mengatasi berbagai kasus adiksi, termasuk adiksi yang muncul karena internet. (M. Ilmi Hatta – Wakil Dekan III Fakultas Psikologi Unisba)

Press ESC to close