
KOMINPRO-Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Bandung (PAI FTK Unisba) menyelenggarakan webinar bertema “Pendidikan Karakter Generasi Milenial dan Generasi Z di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat Era Society 5.0”, Sabtu (11/09).
Acara yang diselenggarakan secara virtual melalui Zoom Meeting ini dihadiri ± 300 peserta dari berbagai kalangan baik mahasiswa, alumni, maupun dosen dari berbagai universitas.
Dekan FTK Unisba mengatakan, tema webinar ini diangkat berdasarkan adanya fenomena disrupsi dan keberlimpahan data yang dapat berimplikasi pada karakter generasi milenial maupun generasi Z.
“Oleh karenanya, tantangan dan peluang ini seharusnya menjadi sarana para pendidik untuk bisa melahirkan generasi ulul albab dan bertahan dengan nilai-nilai kehidupan,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Rektor I Unisba, Prof. Ir. A. Harits Nu’man, M.T., PH.D.,IPM, menuturkan, masyarakat 5.0 digitalisasi tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi saja, akan tetapi segala aspek kehidupan masyarakat. “Sehingga setiap orang dituntut untuk memiliki kemampuan leadership agar dapat bersaing di era society 5.0,” tuturnya.
Para pendidik maupun murid khususnya kata beliau, senantiasa untuk memiliki kemampuan tiga bahasa yaitu bahasa Inggris, Arab dan Mandarin. Selain itu tambahnya, diperlukan pula kemampuan menulis.
Adapun Guru Besar FTK UIN SGD Bandung, Prof. Dr. Hj. Aan Hasanah, M.Ed., didaulat menjadi keynote speaker dalam kegiatan ini dengan membawakan materi “Pendidikan Karakter dari Masa ke Masa”.
Beliau menggambarkan secara gamblang mengenai perubahan karakter yang berdampak pada proses pendidikan dari generasi ke generasi. Menurutnya, Generasi 1.0 yang mengandalkan pembelajaran serta indikasi karakter baik yang sederhana berimplikasi pada kesenjangan penyesuaian ketika berhadapan dengan generasi milenial dan generasi Z yang terlahir dari lingkungan yang lekat dengan kecanggihan IT.
“Oleh karena itu, para pendidik tidak hanya dituntut sebagai pengajar dan fasilitator sebagaimana pada society 1.0-3.0. Akan tetapi, pendidik dituntut sebagai guide atau pengarah murid untuk dapat menunjukkan mana literatur atau sumber ilmu yang baik dan buruk,” katanya.
Arahan ini kata beliau, harus mengandung nilai-nilai core value sehingga peradaban tidak hanya sebatas “bubbling” mengembung tapi kosong, akan tetapi harus besar dan berkualitas. Core value yang dimaksud diantaranya adalah nilai religius, nilai falsafah negara, nilai humanisme, nilai budaya atau kearifan lokal.
Dengan demikian tuturnya, karakter yang harus dibangun untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut yakni good behaviour, integrity & attitude, strong knowledge/concept/theories/methodologies, good communication (written and unwritten) dan good managerial.
Di akhir penyampaiannya beliau mengungkapkan bahwa karakter unggul adalah pilar peradaban unggul.
Webinar ini pun menghadirkan berbagai pembicara yang ahli di bidangnya masing-masing, seperti Ketua Prodi PAI FTK Unisba, Dr. H. Aep Saepudin, Drs., M.Ag., yang menyampaikan materi mengenai “Pendidikan Karakter Generasi Milenial dan Generasi Z di Keluarga Era Society 5.0”.
Beliau mengatakan, dalam menghadapi era society 5.0, masyarakat perlu memahami literasi baru diantaranya adalah literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia.
“Dengan demikian, skill dalam menguasai literasi baru dapat mengantarkan masyarakat untuk berkolaborasi, berinteraksi, kreatif dan berfikir kritis,” ujarnya.
Tuntutan kemampuan serta kompetensi ini katanya, semakin diperkuat dengan bonus demografi yang mana dari 270,20 juta penduduk Indonesia, generasi milenial dan generasi Z menempati persentasi tertinggi dengan berturut- turut 25,87% dan 27,94%.
“Sayangnya, keterpautan antara generasi milenial dan generasi Z dengan canggihnya teknologi seringkali berdampak pada degradasi moral, seperti penggunaan narkoba, tawuran remaja, pergaulan bebas dan perilaku unmoral lainnya,” tuturnya.
Menurutnya, untuk mengatasi degradasi ini diperlukan peran orang tua yang memiliki berbagai fungsi. “Fungsi yang paling esensial adalah fungsi internalisasi nilai religius dari pihak keluarga. Adapun metode internalisasi fungsi keluarga perlu menggunakan beberapa metode efektif diantaranya adalah keteladanan, pembiasaan, pembinaan, kisah, dialog, ganjaran dan hukuman,” jelasnya.
Pemateri selanjutnya yaitu Prof. Muhibbin Syah, M.Ed yang menyampaikan materi mengenai “Pendidikan Karakter Generasi Milenial dan Generasi Z di Sekolah Era Society 5.0”.
Beliau membahas mengenai definisi karakter dan akhlak. Menurutnya, karakter dan akhlak adalah dua hal yang berbeda. Akan tetapi, karakter bisa termasuk dalam akhlak.
“Akhlak lebih bersifat universal sedangkan karakter bersifat lokalistik dan menetap. Karakter berkembang sesuai dengan pekembangan manusia, pshycophysics serta budaya yang mengitarinya,” katanya.
Oleh karena itu kata beliau, karakter akan berkembang sesuai dengan masyarakat yang dialami dan dihadapinya. Sebagaimana halnya era society 5.0, di saat teknologi bukan hanya sebagai media berinteraksi dan berbagi informasi. Teknologi bahkan digunakan untuk menjalankan kehidupan manusia.
Seiring persentuhan manusia dengan era ini, maka menurutnya core value yang harus dikembangkan terlebih dahulu adalah amanah dan professional. “Kedua hal ini merupakan dwitunggal yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya,” ungkapnya.
Disamping itu tambahnya, cara mengatasi kesenjangan antara generasi lama dengan generasi saat ini adalah dengan memelihara nilai-nilai lama yang baik dan masih relevan dan mengambil nilai-nilai yang baik di masa sekarang.
Pemateri berikutnya yaitu Dr. H. Aam Abdussalam, M.Pd., yang membahas mengenai “Pendidikan Karakter Generasi Milenial dan Generasi Z di Masyarakat Era Society 5.0”.
Beliau mengungkapkan, Al-Qur’an telah mengarahkan umat Muslim menjadi umat terbaik yang selalu berada di tengah-tengah sebagai solusi atas bimbingan al-Qur’an.
Tujuan tersebut menurutnya, dapat diimplementasikan melalui prinsip-prinsip al-Qur’an di antaranya adalah ta’aruf, ta’awun, tawashi, tasyawur, tasyamul, takamul, tasamuh, tarahum, dan tahabub.
Persoalan perbedaan pendidikan karakter antara konsep Islam dan Barat pun lanjutnya, diutarakan dengan jelas. Baginya konsep Barat minim dengan konsep ruh yang melekat pada diri manusia sehingga konsep Islam yang berlandaskan pada sumber suci merupakan landasan terbaik.
Hal ini dibuktikan dengan teori pemecahan masalah yaitu tawashi’ (amar ma’ruf) dan teori kemajuan generasi milenial yang dituntut untuk bereksperimen seperti dalam kisah Nabi Ibrahim pada saat mencari kebenaran tentang Tuhan.
Pembicara terakhir adalah Dr. H. Dedih Surana, M.Ag., yang memaparkan materi tentang “Pendidikan Karakter Generasi Milenial dan Generasi Z di Dunia Maya Era Society 5.0”.
Beliau mengawali dengan uraian tentang hubungan manusia dan teknologi saat ini. Menurutnya, hubungan ini menggambarkan fenomena bahwa manusia menciptakan teknologi dan teknologi itu sendiri yang justru mengendalikan manusia.
Merespons fenomena ini, beliau menawarkan konsep yang berpusat pada manusia sesuai arahan al-Qur’an dalam surat al-Isra ayat 70. Menurutnya, konsep ini perlu diaplikasikan karena jika fenomena tersebut diabaikan akan berimplikasi buruk pada dunia pendidikan di antaranya pendidikan akan kehilangan makna, pendidikan dapat mengerdilkan manusia, pendidikan dapat mencerabut manusia dari jati dirinya dan menjadikan manusia seperti mesin tanpa jiwa.
Oleh karena itu kata beliau, pendidikan karakter di dunia maya perlu memperhatikan dua paradigma.
“Pertama, dunia maya dipandang sebagai sumber, yaitu media penguatan aplikasi dan konten yang mengandung nilai. Kedua, dunia maya dilihat sebagai pusat pendidikan karakter yang digunakan untuk menguatkan pondamen, pendidikan agama, dan pendidikan keluarga,” tutupnya.***