Kenalkan Restorative Justice, Himpunan Mahasiswa Pidana Hadirkan Ruang Edukasi Hukum Lewat Podcast Interaktif Bersama Praktisi Hukum dan Jaksa

KOMHUMAS-Langkah strategis terlaksananya literasi hukum tidak hanya berhenti di lingkungan akademik, tetapi juga menjangkau masyarakat agar pemahaman terhadap pelaksanaan hukum di Indonesia semakin merata dan aplikatif melalui berbagai ruang baik secara langsung atau dengan pemanfaatan peradaban dunia komunikasi dan informasi digital. Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung dan Himpunan Mahasiswa Pidana Unisba (HIMAPI Unisba) kembali menghadirkan ruang edukasi hukum melalui gelaran Podcast Diskusi bertajuk Ngobrol Pidana Bareng Jaksa: Restorative Justice. Kegiatan ini disiarkan secara langsung melalui platform Tiktok dan Instagram @himapi_unisba pada Senin, 30 Juni 2025.

Podcast ini menghadirkan tiga narasumber yang merupakan praktisi hukum dari berbagai bidang, yakni Dr. Ade Mahmud, S.H., M.H., selaku Dosen dan Akademisi Hukum Unisba, Sunarto, S.Pd., selaku Praktisi Hukum Kejaksaan Tinggi Jabar di Bidang Restorative Justice S.H., M.H., selaku, dan Danny Mindamora, S.Si., S.M., M.H., selaku Praktisi Hukum di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia dan Kasie. Pertimbangan Hukum Jaksa Pengacara Negara. Diskusi berfokus pada dinamika penerapan Restorative Justice sebagai salah satu alternatif penyelesaian perkara yang mengedepankan pemulihan keadaan korban tindak pidana.

Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya HIMAPI untuk memperluas jangkauan edukasi hukum yang tidak terbatas pada mahasiswa hukum semata, melainkan juga menyasar masyarakat umum sebagai individu yang tidak terlepas dari keberlakuan hukum. “Media sosial menjadi jembatan strategis untuk menghadirkan literasi hukum lebih dekat dengan masyarakat,” ujar Dr. Ade dalam sesi wawancara, Senin (30/5/2025).

Narasumber Sunarto selaku perwakilan dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menjelaskan bahwa Restorative Justice telah diatur dalam Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2021 dan Peraturan Jaksa Agung No.15 Tahun 2020 tentang Pemberhentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Urgensi penerapan Restorative Justice adalah untuk meminimalisir terjadinya overcrowding persidangan sekaligus memastikan penyelesaian perkara secara adil dan bermanfaat, khususnya pada perkara yang kerugiannya tidak besar dan tidak menimbulkan konflik sosial,” ujar Dr. Ade Mahmud dalam sesi wawancara, Senin (30/6/2025).

Dalam pemaparan dari sudut pandang ketiga praktisi yang hadir, Restorative Justice hanya dapat diterapkan pada kategori kasus tertentu yang memenuhi syarat, beberapa adanya kesanggupan pelaku untuk menanggung sanksi yang disepakati dan tercapainya kesepakatan damai dengan pihak korban. Proses ini turut melibatkan peran aktif jaksa dan penuntut umum dalam mengawal agar penyelesaian berjalan sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Diskusi ini juga memaparkan berbagai contoh kasus terkini di wilayah Jawa Barat, termasuk proyek-proyek pemerintah yang relevan dengan penerapan Restorative Justice. Audiens yang hadir secara daring melalui Tiktok dan Instagram maupun mahasiswa peserta diskusi turut memberikan antusiasme dengan menyampaikan pertanyaan seputar prosedur penerapan serta batasan perkara yang dapat diselesaikan dengan pendekatan pemulihan.

Danny Mindamora, yang merupakan Kasie Pertimbangan Hukum Jaksa Pengacara Negara, menambahkan bahwa edukasi publik melalui sarana digital seperti podcast merupakan bentuk adaptasi yang diperlukan agar informasi hukum dapat diakses secara luas dan praktis.

Di akhir kegiatan, Dr. Ade Mahmud menyampaikan harapan agar kegiatan serupa dapat terus dilaksanakan secara berkelanjutan dengan topik hukum lainnya. “Semoga edukasi hukum tidak hanya berhenti di ruang kuliah, tapi menjangkau masyarakat secara luas agar kesadaran hukum semakin tumbuh dan mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari,” pungkasnya.

Melalui diskusi interaktif ini, HIMAPI berkomitmen memperkuat budaya literasi hukum dan menjadikan Restorative Justice sebagai salah satu konsep penting yang dipahami publik, sehingga tercipta keadilan yang tidak hanya berorientasi pada penghukuman, tetapi juga pada pemulihan keadaan bagi semua pihak yang terlibat.***

Press ESC to close