Terbit di Harian Pikiran Rakyat, Kamis/11 Juli 2024
Salah satu tujuan dari penegakan hukum adalah tercapainya keadilan untuk semua orang (justice for all). baik keadilan procedural maupun keadilan subtantif atau keadilan materil. Setiap orang yang tersangkut perkara pidana, harus memperoleh hak-haknya sebagaimana yang sudah diataur dalam perundang-undangan dan kebiasaan di pengadilan atau yurisprudensi. Dalam perkara pidana, melalui hukum acara pidana diatur : fase pertama adalah laporan masyarakat tentang telah terjadinya suatu tindak pidana, kemudian polisi meresponnya dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Polisi sebagai sub system peradilan pidana yang pertama, haruslah menerima laporan masyarakat tersebut kemudian melakukan tindakan-tindakan polisional yang dalam KUHAP dimulai dari proses penyelidikan kemudian penyidikan dan diahiri dengan penahanan bila diperlukan. Dalam proses penyelidikan biasanya polisi mencari bukti permulaan tentang dugaan telah terjadinya suatu tindak pidana, sekaligus membuat terang perkara tersebut yang nantinya akan dilanjutkan kepada proses penyidikan.
Dalam proses peradilan pidana hal yang utama harus dilakukan adalah penetapan seseorang yang diduga melakukan kejahatan dengan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka. KUHAP mendefiniskan tersangka sebagai seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (pasal 1 angka 14) dengan menyertakan dua alat bukti sesuai dengan yang termjuat dalam pasal 184 KUHAP.
Seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka haruslah didahului dengan proses pemeriksaan sebagai saksi, tetapi itu bukanlah suatu keharusan kecuali penyidik merasa yakin dengan alat bukti yang dipunyainya bahwa orang inilah pelakakunya dan bisa ditetapkan sebagai tersangka. Dengan demikian penetapan seseorang sebagai tersangka bisa saja langsung tanpa dipanggil terlebih dahulu untuk diperiksa sebagai saksi. Pemeriksaan seseorang dalam suatu tindak pidana sebagai saksi kepentingannya hanyalah sebagai bahan bagi penyidik untuk melaksakan Tindakan sellanjutnya yaitu apakah seseornag itu akan ditetapkan sebagaiaa tersanahgka atau hanya sebagai saksi, sehingga terhindar dari kemungkinan salah orang (eror in persona) ataua salah menerapkan hukum (eror ini iuris)
Hak-hak Tersangka
Betapa pentingnya mengetahui hak-hak tersangka dalam suatu tindak pidana, pertama bukan saja menyangkut kemungkinan terjadinya perampasan kemerdekaan berupa penahanan, akan tetapi juga didalamnya terkandung prinsip-prinsip negara hukum, perlindungan hak asasi manusia, dan kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum, tetapi juga berhubungan dengan hak-hak lainnya yang utama dalam proses peradilan yaitu hak untuk membela diri. Dan yang utama adalah hak kebebasan untuk menerangkan sebebas-bebasnya memberikan keterangan. Oleh karena itu kehadiran penasihat hukum merupakan hal yang wajib dipenuhi baik tersangkanya mampu mendatangkan penasihat hukum maupun pelaku yang tidak mampu mendatangkan penasihat hukum. Oeh karena kewajiban negara lah untuk membantu tersangka mendatangkan penasihat hukum.
Kehadiran penasihat hukum dalam suatu perkara pidana secara hakikat bukan untuk membebaskan tersangka/terdakwa dari jerat hukum melainkan untuk menjaga hak-hak tersangka atau terdakwa tidak dilanggar oleh pengadilan sehingga terhindar dari obstruction of justice by the court. Mind set masyarakat masih mengaggap bahwa kehadiran penasihat hukum dalam suatu perkara hukum adalah untuk memenangkan suatu perkara
Supaya hak-hak tersangka dapat terlindungi, maka semua elemen system peradilan pidana haruslah berjalan sesuai dengan prosedur yang sudah diatur dalam perundang-undangan khususnya KUHAP. Dalam penegakan hukum (walaupun sebenarnya penegakan undang-undang), aparat penegak hukum dimulai dari polisi sampai hakim harus lah mengikuti alur yang sudah ditetapkan dalam proses beracara pidana, menyimpang dari alur ini maka perkara tersebut putusannya dapat berupa batal demi hukum atau dapat dibatalkan.
Pra Peradilan
Pada intinya setiap orng yang tersangkut hukum baik itu yang ditetapkan sebagai tersangka maupun sebagai terdakwa, apabila pentapannya tidak sesuai atau orang tersebut tidak menerima maka ada Upaya hukum yang harus dilakukan yaitu pra peradilan. Pra peradilan dalah salah satu Lembaga hukum yanag doipakaia oleh terasanhka/terdakwa atas ketuidakpuasan penerapan hukum atau Tindakan/Keputusan apafrat pengeak hukum yanag telah dianggap mencederai rasa keadilan dan merampas hak-asasi seseorang. Pra peradilan juga dianggap sebagai mekanisme control terhadap aparat penegak hukum dari masyarakat agar proses peradilan pidana dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Pra peradilan bertujuan menguji sah tidaknya penangkapan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dan ganti kerugiaan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidanaya dihentikan. Tujuannya adalah untuk menegakan hukum, keadilan, kebenaran, melalui sarana pengawasan horizontal. Dengan pra peradilan maka upaya polisionil dari penyidik baik penetapan tersangka, penahanan, penghentian penyidikan maupaun upaya paksa lainnya dapat diuji apakah dilakukan by law (sesuai hukum) atau unlawful (melanggar hukum).
Dengan demiikian sebenarnya kalau seluruh aparat penegak hukum dan pimpinna Lembaga penegakan hukum mau berpikir jernih, maka sesungguhnya dalam putusan pra peradilan tidaklah mengandung kalah menang, melainkan tercapainyua propses peradilan yang due process of law (proses hukum yang baik). Oleh karena itu masing-masing intansi penegakan hukum jangan ada yang merasa kalah atau menjadi panik karena ada mengandung konsekuensi. Kita harus menganggap pra peradilan sebagai lembaga koreksi sehingga kalah menang itu tidak lagi menjadi patokan untuk melakukan tindakan administrasi dari pimpinan lembaga penegakan hukum, pun begitu masyarakat hendaknya berbicara yang bijak bahwa proses itu adalah proses biasa dalam perkara pidana. Atau secara tegas dapat dikatakan tidak bijak dan tidak mendidik apabila suatu instansi penegakan hukum dalam perkara praperadilan kemudian kalah di pengadilan menyebabkan ada Tindakan administratif dari pimpinnanya baik berupa mutasi maupun demosi.
Perkara Pegi setiawan haruslah dijadikan momentum bagi polisi untuk lebih tertib dan tersttruktur dalam menangani suatu perkara pidana, tidak terburu-buru. Dalama menangani suatu perkara pidana patut ditiru cara-cara penetapan tersangka dan Upaya lainnya dengan mengumpulkan tetlebihd julu menuyiapkan saksi, nukti dan mekanisme yang harus dilalui.***