
KOMINPRO – Hukum dan kekuasaan memiliki hubungan yang saling berkaitan. Tanpa kekuasaan, hukum tidak akan terbentuk dan sebaliknya segala perbuatan penguasa juga diatur oleh hukum yang dibuatnya. Seperti diajarkan Kelsen, ada tiga aspek hukum yang mengatur kekuasaan dalam pelaksanaanya. Pertama, hukum mengharuskan adanya bentuk pembatasan. Kedua, hukum sebagai jalan membenarkan kekuasaan. Ketiga, hukum sebagai bentuk pelayanan publik.
Demikian disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Bandung (Unisba), Prof. Dr. Bagir Manan, SH, MCL., saat menjadi pembicara dalam Webinar Nasional Series #2 bertajuk “Meninjau Relasi Hukum dan Kekuasaan” yang diselenggarakan FH Unisba, Rabu (15/07). Dalam sudut pandang menjalankan pelayanan publik, beliau mengatakan, hukum harus bisa memenuhi tiga kriteria yakni menjadi sarana dalam membangun ketertiban, mewujudkan keadilan bagi masyarakat, dan menjadi sarana pembangunan.
“Demokrasi hanya akan tegak kalau ada ketulusan. Apakah sekarang negara kira sedang dalam suasana ketulusan atau tidak? Tulus baik dari segi kekuasaan maupun dari rakyatnya. Kalau belum jangan mengeluh jika ada persoalan-persoalan yang tumbuh karena kita sendiri belum tulus dalam menjalankannya secara bersama,”ujarnya.
Prof. Bagir mengatakan, pemerintah dan hukum yang baik dapat berlangsung jika dijalankan sesuai kehendak rakyat banyak. Selain terlibat dalam proses pemilihan presiden dan kepala daerah , rakyat juga harus mengawasi kinerja pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Menurutnya, perlu ada jaminan bahwa kekuasaan itu tetap berjalan sesui dengan general will yang telah disepekati bersama.
“Sering terjadi begitu seseorang mendapatkan kekuasaan, dia menjadi berjarak dengan misision itu. Dia bekerja menurut pemahamannya sendiri dan mission yang sudah disepakati sejak fonding father tidak dijalankan dengan baik. Akibatnya timbul demo karena merasa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak cocok dengan mission itu,” jelasnya.
Demi mewujudkan general will, Prof. Bagir mengatakan, perlu adanya dukungan yang besar dari berbagai pihak khususnya lembaga infrastruktur, partai politik, dan kaum intektual. Mengutip perkataan Sutan Syahrir, orang yang dimaksud kaum intelektual adalah seseorang yang menggunakan ilmu menjadi hari nuraninya. Menurutnya, ketika kaum intelektual ikut mengejar kedudukan maka sulit untuk mewujudkan negara yang berlandaskan keadilan sosial.
“Jadi ketika kaum intelektual ikut mengejar kedudukan akan sulit mengharapkan hukum yang adil. Begitu pula ketika lembaga sosial yang harusnya memperjuangkan kepentingan masyarakat berubah menjadi kepentingan kelompok, akan sulit mewujudkan general will karena mereka tidak lagi berfungsi sebagai sarana pengawasaan kekuasaan,”pungkasnya.
Dalam kesempatan itu, Fakultas Hukum Unisba juga menghadirkan Dosen Fakultas Hukum Unisba, Dr. H. Rusli K. Iskandar . S. H ., M.H. sebagai narasumber dan Arinto Nurcahyono, Drs., M.Hum sebagai pemantik diskusi. (Feari)